Distribusi Belum Optimal, Harga Gula Pasir Masih Mahal

Distribusi Belum Optimal, Harga Gula Pasir Masih Mahal

MAGELANGEKSPRES.COM,Distribusi gula pasir belum berjalan optimal. Akibatnya, berdasarkan data Pusat Informasi Harga Pangan Strategis (PIHPS) harga gula pasir masih cukup mahal sekitar Rp17 ribu hingga Rp16 ribu per kilogram (kg). Tadinya, diharapkan dengan dibukanya importasi gula dan operasi pasar, harga gula pasir bisa kembali stabil lagi. Pelaksana Tugas (Plt) Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri, Kementerian Perdagangan (Kemendag) mengatakan, pihaknya telah berupaya menurunkan hara gula pasir. \"Kemendag masih terus menambah pasokan gula ke pasar tradisional dan ritel. Hanya saja, proses distribusi masih belum optimal,\" ujarnya, kemarin (8/6). Laporan dari dinas perdagangan di seluruh Indonesia, kata dia, rata-rata harga gula sebesar Rp15.400 per kg, turun 12,99 persen dibandingkan Mei. Saat ini, sebanyak 56 pasar dari total 223 pasar yang dipantau harganya sudah berkisar Rp12.500-Rp14.500 per kg. Sejauh ini, pihak Kemendag bersinergi dengan pihak terkait akan terus berupaya menstabilkan harga gula pasir. Menurutnya adanya Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) di berbagai daerah memicu perlambatan pengiriman barang. \"Kami bersama semua stakholders terkait masih terus berkoordinasi untuk memperlancar proses distribusi gula supaya lebih cepat turun dan mencapai Harga Eceran Tetap (HET) gula Rp12.500 per kg,\" tutur dia. Sementara itu, Asosiasi Gula Rafinasi Indonesia (AGRI) Bernardi Dharmawan menyampaikan, bahwa perusahaan yang tergabung dalam AGRI mendapat tugas dari pemerintah untuk mengkonversi gula rafinasi sebanyak 235 ribu ton. Upaya itu guna menurunkan harga gula pasir. \"Untuk AGRI telah didistribusikan sekitar 83 persen,\" ujarnya. Adapun upaya lain untuk menurunkan harga gula yakni dengan menggelontorkan izin impor. Termasuk kepada sejumlah BUMN. Di antarnya, Perum Bulog yang mendapat jatah Rp 50 ribu ton serta PT RNI (Persero) dan PT PPI (Persero) yang ditugaskan mengimpor gula 100 ribu ton pada April lalu. Namun proses importasi tersebut sedikit mengalami keterlambatan karena adanya kebijakan lockdown di sejumlah negara produsen.(din/fin)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: