DPR dan Pemerintah Tidak Siap
MAGELANGEKSPRES.COM,JAKARTA – Sikap pemerintah dan DPR yang tidak siap menjawab permohonan dalam sidang uji materiil UU Cipta Kerja di Mahkamah Konstitusi sangat disayangkan. Ketua Tim Buruh Menggugat Hotma Sitompul dalam keterangan resminya mengatakan, hal tersebut menunjukkan ketidakseriusan DPR dan Pemerintah dalam menangani judicial review. \"Kami harap Presiden Joko Widodo menegur wakilnya. Perhatikanlah rakyat kecil. Mudah mudahan ini bisa menggugah hati mereka para pemangku kepentingan penguasa ini,\" katanya, Rabu (20/1). Anggota Tim Buruh Menggugat Nasep menjelaskan, keterangan pemerintah dan DPR yang disampaikan sudah lewat tenggat waktu. Sebab, di dalam peraturan MK pasal 13 ayat 2 jelas dinyatakan keterangan pemerintah dan DPR itu disampaikan maksimal tujuh hari setelah adanya permohonan di Majelis. Menurutnya, pihaknya telah mengajukan permohonan sejak November lalu. Sehingga, dengan jangka waktu tersebut, tidak ada alasan DPR dan pemerintah tidak siap menyampaikan keterangan. Diketahui, pemerintah kembali meminta penundaan sidang uji materiil Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (UU Cipta kerja) dengan alasan masih mempersiapkan materi untuk keterangan. Hal ini disampaikan oleh I Ketut Hadi Priatna selaku Kepala Biro Hukum dan Organisasi Kementerian Koordinator Perekonomian dalam sidang ketiga pengujian UU Cipta Kerja yang digelar pada Selasa (19/1) di Ruang Sidang Pleno MK. “Mohon perkenan yang Mulia, kami mewakili kuasa dari pemerintah menyampaikan permohonan penundaan siding. Berhubung kami dari tim pemerintah masih memerlukan waktu untuk pendalaman materi judicial review. Mohon perkenan Yang Mulia, kiranya berkenan memberikan penundaan selama satu minggu,” ujar I Ketut Hadi Priatna. Menanggapi permohonan pemerintah tersebut, Ketua MK Anwar Usman mengatakan bahwa MK akan melaksanakan sidang pilkada mulai 26 Januari hingga 24 Maret. Anwar menyebut kuasa Pemerintah dan DPR diberikan waktu untuk menyampaikan keterangan tertulis. Sementara jadwal persidangan akan disampaikan oleh Panitera MK melalui surat secara resmi. Kemudian Ignatius Supriyadi selaku Pemohon meminta kepada MK untuk memproses persidangan UU Cipta Kerja ini secara cepat. Hal ini dikarenakan Pemerintah telah membuat aturan turunan dari UU Cipta Kerja yang akan diterapkan dan dinilai merugikan para Pemohon. “Kami memohon permohonan secara cepat, mengingat saat ini tentunya sedang disusun berbagai macam peraturan pelaksanaan,” terangnya. Menurutnya, jika tidak segera ada putusan mengenai perkara tersebut, akan berakibat kepada peraturan pelaksanaan yang mungkin akan terjadi ketidakpastian atau kekacauan. Karena pasal yang diajukan telah jelas, bahwa terdapat kesalahan rujukan dan materi secara kasat mata keliru. Hal tersebut perlu diputuskan oleh MK untuk menentukan apakah bertentangan atau tidak dengan UU. Sehingga nantinya peraturan pelaksanaan itu dapat selaras dengan putusan MK. Para pemohon mengatakan bahwa pasal-pasal yang diajukan mengandung rujukan pasal lain atau ayat yang salah dan juga ada yang memuat materi atau substansi yang tidak jelas dan pasti sehingga menimbulkan ketidakpastian hukum. Menurutnya, ketidakpastian hukum itu terjadi karena muatan pasal-pasal yang dimohonkan selain merujuk pada pasal atau ayat yang salah dan ambigu. Lebih lanjut, dalam melakukan pekerjaannya, para Pemohon dalam memberikan jasa hukum kepada kliennya merasa berpotensi mengalami kerugian dengan adanya materi atau substansi yang tidak jelas dan pasti. Para pemohon memohon Mahkamah untuk mempercepat proses persidangan dengan alasan peraturan pelaksanaan yang diamanatkan dalam UU Cipta Kerja bersifat lintas sektoral. Para pemohon mencatat, tidak kurang dari 15 kementerian harus mempersiapkan peraturan pelaksanaan yang diperintahkan dalam UU Cipta Kerja. Dalam petitumnya, pemohon meminta Mahkamah menyatakan rujukan dalam pasal-pasal a quo tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai sesuai rujukan yang diajukan oleh para Pemohon. Sementara itu, Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah, menegaskan bahwa pihaknya terus menyempurnakan empat Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) sebagai aturan turunan dari Undang-Undang (UU) Nomor 11 tahun 2020 tentang Cipta Kerja. Hingga saat ini, pemerintah telah menyelesaikan pembahasan tiga RPP bersama Tim Tripartit (buruh, pengusaha dan pemerintah) sebagai tindak lanjut dari UU Cipta Kerja. Ketiga RPP tersebut yakni RPP tentang Penggunaan Tenaga Kerja Asing (TKA); RPP tentang Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT), Alih Daya, Waktu Kerja dan Waktu Istirahat, serta Pemutusan Hubungan Kerja; dan RPP tentang Pengupahan. \" Yang belum dilakukan pembahasan dengan tripartit hanya RPP Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP), \" kata Menaker Ida Fauziyah dalam rapat kerja dengan Komisi IX DPR. (khf/fin)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: