DPR Desak Pemerintah Segera Realokasi Anggaran, Perhatikan Nasib Masyarakat Kelas Bawah
MAGELANGEKSPRES.COM,JAKARTA – Mewabahnya virus Corona (COVID-19) juga berdampak kepada petani dan nelayan. Pemerintah selain mencegah penyebaran, dirasa perlu memperhatikan ekonomi masyarakat kelas bawah. DPR mendesak segera dilakukan realokasi anggaran untuk mengurangi dampak ekonomi terhadap petani dan nelayan. Perusahaan milik negara diminta jangan memikirkan untung rugi dalam kondisi seperti saat ini. Anggota Komisi IV DPR RI Johan Rosihan mengatakan situasi wabah COVID-19 di Indonesia saat ini berada pada ranking ke-5 kasus dengan case fatality rate (CFR) tertinggi ke lima di dunia. Realokasi anggaran tersebut sebaiknya diprioritaskan untuk penambahan anggaran Penguatan Ketahanan Pangan di Kementerian Pertanian. Khususnya penanggulangan dampak wabah COVID-19. \"Bentuk penambahan anggaran tersebut terutama untuk program pengentasan daerah rawan pangan dan stunting dengan anggaran sebesar Rp344 miliar. Serta penguatan pasokan, distribusi dan cadangan pangan dengan anggaran yang ada sekitar Rp188 miliar,\" kata Johan di Jalarta, Selasa (31/3). Johan juga mengkritisi Instruksi Presiden Republik Indonesia (Inpres) Nomor 4 Tahun 2020 tentang Refocussing Kegiatan, Realokasi Anggaran dalam rangka Percepatan Penanganan COVID-19, yang tidak memasukkan ketersediaan dan distribusi pangan sebagai salah satu fokus penanganan dampak wabah. \"Padahal aspek pangan merupakan komponen vital demi kelangsungan hidup masyarakat dalam menghadapi situasi pandemi global penyebaran wabah COVID-19,\" imbuhnya. Dalam rapat tersebut, legislator Fraksi PKS itu sempat menjelaskan tentang pentingnya pelaksanaan Program stabilisasi harga pangan. Caranya menjaga akurasi database harga pangan di tingkat produsen dan tingkat konsumen. Seperti harga beras, cabe, bawang merah, bawang putih, telur, ayam ras, daging, dan lain-lain. \"Kemampuan daya beli masyarakat terutama petani dan nelayan pasti akan menurun sebagai dampak ekonomi dari pandemi wabah virus Corona ini,\" ungkapnya. Johan mengusulkan agar pagu anggaran yang perlu dipangkas atau direalokasi untuk setiap kementerian adalah dana terkait dengan koordinasi internal atau perjalanan dinas kementerian. Kemudian realokasi pembiayaan infrastruktur, serta melakukan efisiensi belanja pegawai di setiap kementerian. \"Pemangkasan anggaran tersebut sebaiknya digunakan sebagai intervensi program bantuan pemerintah untuk keluarga petani dan nelayan selama isolasi menghadapi darurat COVID-19. Terutama bantuan pangan dan kebutuhan hidup lainnya. Karena di desa-desa situasinya sudah tanggap darurat,\" tukasnya. Ia berharap pemerintah segera memperkuat Koordinasi Cadangan Beras Pemerintah (CBP) dengan cara menambah jumlah CBP yang dikelola Bulog. Karena saat ini hanya dialokasikan sebesar 1-1,5 juta ton berdasarkan Rakortas 2018. Johan mengingatkan tentang perlunya meningkatkan pemantapan cadangan beras pemerintah daerah (CBPD), terutama di daerah lokus wabah Covid-19. Saat ini total CBPD baru sejumlah 10.853 ton dari 27 Provinsi dan 233 kabupaten kota. \"Pemerintah harus memperkuat ketahanan pangan dengan pola pemberdayaan masyarakat. Hal ini bisa dilakukan dengan membantu fasilitasi pengisian lumbung pangan masyarakat (LPM). Saat ini terdapat total 3.826 LPM di Indonesia yang perlu diperkuat dan difungsikan optimal untuk ketahanan pangan masyarakat dalam menghadapi wabah ini,\" tutur Johan. Anggota Komisi VII DPR RI Rudy Mas’ud mendesak Perusahaan Listrik Negara (PLN) harus membebaskan atau menggratiskan biaya listrik kepada masyarakat selama merebaknya virus Corona. Sebab, hal ini sudah berdampak pada penghasilan masyarakat. “Untuk menekan penyebaran virus, masyarakat diwajibkan di rumah saja. Hal itu tentu berimbas pada penghasilan masyarakat. Maka, negara harus hadir di tengah masyarakat. Salah satunya lewat PLN. Bagaimana caranya, yaitu membebaskan atau menggratiskan masyarakat dari biaya listrik, selama merebaknya virus tersebut,” tegas Rudy. Meski demikian politisi Fraksi Partai Golkar ini mengatakan, tentu tidak seluruh pelanggan PLN yang harus digratiskan. Khusus untuk pelanggan dengan beban listrik di bawah 2200 KVA, biaya listriknya harus ditanggung oleh negara. Karena masyarakat tersebutlah yang paling merasakan dampaknya. Ia menjelaskan, penting bagi perusahaan-perusahaan negara di saat krisis seperti ini tidak membahas untung dan rugi. Namun bagaimana caranya perusahaan negara bersama-sama meringankan beban hidup masyarakat. “Tidak ada cerita untung rugi untuk sebuah perusahaan negara dalam kondisi seperti ini. Dalam kondisi normal saja PLN selalu dikatakan merugi. Apalagi saat ini. Wajarlah kalau merugi. Namun yang pasti masyarakat atau pelanggan tidak semakin terbebani dengan kewajiban membayar listrik di saat sedang krisis seperti saat ini,” pungkasnya. (khf/fin/rh)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: