Harga Pangan dan Sayuran Bakal Melambung
MAGELANGEKSPRES.COM,JAKARTA - Harga pangan diprediksi melonjak pada November hingga Desember. Faktor penyebabnya adalah terhambatnya pasokan karena kondisi cuaca. Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Suhariyanto mengatakan kenaikan harga pangan dan sayuran berpotensi terjadi pada November-Desember 2020. Ini berdampak pada laju inflasi yang tinggi. \"Sayuran kalau tidak hati-hati, harganya bisa mengalami fluktuasi seperti bulan Oktober ini,\" katanya dalam jumpa pers, Senin (2/11). Dijelaskannya, kenaikan harga berpotensi terjadi mengingat pasokan sejumlah komoditas pangan sudah mengalami hambatan. Produksi terganggu akibat cuaca buruk. Padahal, pada periode jelang akhir tahun permintaan kebutuhan pangan akan meningkat. Permintaan meningkat karena adanya libur panjang (cuti bersama) serta perayaan Natal dan Tahun Baru. \"Kalau melihat pergerakan inflasi dari Oktober, harga-harga akan naik, karena ada peningkatan curah hujan yang lebih tinggi dari biasanya,\" katanya. Sementara itu, Kepala Pusat Informasi Perubahan Iklim Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Dodo Gunawan mengatakan pada Oktober 2020, sebanyak 32 persen dari 342 zona musim (zom) di Indonesia telah memasuki musim hujan. \"November akan menjadi 38 persen dengan curah hujan normal sampai atas normal atau lebih basah,\" katanya. Untuk kondisi hujan di atas normal pada November berpotensi terjadi di Sulawesi, Maluku, dan Papua. Terlebih saat ini anomali iklim La Nina berkembang di Samudra Pasifik Ekuator. La Nina akan memicu meningkatkan curah hujan di wilayah Indonesia. \"Akibat La Nina bisa terjadi peningkatan curah hujan hingga 40 persen. Karenanya harus diantisipasi dengan potensi bencana hidrometeorologi seperti banjir, tanah longsor, gelombang tinggi dan angin kencang,\" ujarnya. Menurutnya, La Nina diprediksikan akan berlangsung hingga 2021 dan terus berkembang dengan intensitas sedang atau moderate. Selain curah hujan tinggi, potensi gelombang laut hingga empat meter juga bakal terjadi di sejumlah wilayah Indonesia. Berdasarkan siaran pers Bagian Humas, Biro Hukum, dan Organisasi Badan BMKG gelombang tinggi karena ada siklon tropis Goni 965 hPa di Filipina yang berdampak pada gelombang tinggi di Laut Natuna. Selain siklon Goni, juga adanya siklon tropis Atsani 998 hPa di Samudra Pasifik timur Filipina yang memberikan dampak tidak langsung terhadap tinggi gelombang di Samudra Pasifik utara Halmahera dan Perairan utara Sulawesi hingga Halmahera. Menurut BMKG, gelombang setinggi 1,25 hingga 2,50 meter berpeluang terjadi di perairan utara Sabang, perairan barat Aceh hingga Kepulauan Mentawai, perairan Enggano hingga Bengkulu, Samudra Hindia barat Aceh - Bengkulu, perairan Kepulauan Anambas - Kepulauan Natuna, Laut Natuna, Selat Karimata, Laut Jawa bagian barat, perairan Kepulauan Seribu, Selat Bali-Lombok-Alas bagian selatan, dan Selat Sape bagian selatan. Gelombang serupa juga berpotensi terjadi di perairan selatan Flores, Selat Ombai, Laut Sawu, perairan P. Sawu-Kupang-Pulau Rotte, Samudra Hindia selatan Pulau Sawu-Kupang-Pulau Rotte, Selat Makassar bagian utara, Laut Sulawesi, perairan Kepulauan Sangihe-Kepulauan Talaud, Laut Maluku bagian utara, perairan utara Halmahera, Laut Halmahera, perairan utara Papua Barat-Papua, Laut Banda bagian timur, perairan Kepulauan Tanimbar, perairan selatan Kepulauan Kei-Kepulauan Aru, dan di Laut Arafuru. Gelombang dengan tinggi 2,50 sampai empat meter berpeluang terjadi di perairan barat Lampung, Samudra Hindia barat Lampung, Selat Sunda bagian barat dan selatan, perairan selatan Banten - Pulau Sumba, Samudra Hindia selatan Banten - Pulau Sumba, dan di Laut Natuna utara. BMKG mengimbau masyarakat mewaspadai dampak gelombang tinggi, terutama nelayan, warga pesisir, dan pengguna moda transportasi air seperti perahu nelayan, kapal tongkang, kapal feri, dan kapal pesiar.(gw/fin)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: