Jokowi Gagal Kerek Pertumbuhan Ekonomi

Jokowi Gagal Kerek Pertumbuhan Ekonomi

JAKARTA - Pertumbuhan ekonomi sejak pemerintahan Joko Widodo (Jokowi) dan Jusuf Kalla (JK) dari tahun 2014 hingga 2019, rupanya telah gagal untuk mencapai target pertumbuhan ekonomi sebagaimana yang dijanjikannya. Hal ini berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS), sejak 2014 ekonomi nasional hanya mampu di level 5,02 persen. Angka itu jauh dari target yang dipasang pemerintah alam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), yakni sebesar 5,5 persen. Tahun 2015, ternyata pertumbuhan ekonomi menukik tajam hingga di angka 4,88 persen. Angka itu paling rendah sejak enam tahun sebelumnya. Lagi-lagi, harapan dan target kembali gagal dicapai. dari semula ditargetkan 5,1 persen, pertumbuhan ekonomi pada tahun 2016 hanya mampu berada di level 5,02 persen. Baca Juga Ketabrak Bus Plat Merah di Magelang, Warga Pabelan Tewas Realisasi pertumbuhan ekonomi pada 2017 juga tidak bisa mencapai di level 5,2 persen. Sepanjang 2017, pertumbuhan ekonomi hanya berada di level 5,07 persen. Selanjutnya, pertumbuhan ekonomi di tahun 2018 ditargetkan sebesar 5,17, nyatanya apa yang ditetapkan APBN 2018 hanya mampu di angka 5,4 persen. Sementara, pemerintah menargetkan tahun 2019 seebsar 5,3 persen. Namun beberapa ekonom meragukan bakal tercapai. Sebab pertumbuhan ekonomi di kuartal II 2019 hanya mencapai 5,05 persen, angka ini realisasinya lebih kecil dari kuartal sebelumnya 5,07 persen. \"Tahun 2019, pertumbuhan ekonomi diperkirakan hanya di angka 5 persen. Ini menimbang kuartal kedua di mana saat puncak konsumsi, pertumbuhan ekonomi hanya 5,05 persen,\" ujar Peneliti Indef, Bhima Yudhistira, kemarin (4/10). Kemungkinan potensi besar tidak tercapai target tersebut, lantaran konsumsi rumah tangga masih sangat kecil. Padahal, sektor konsumsi penyumbang utama pertumbuhan ekonomi. \"Konsumsi rumah tangga masih lambat dipengaruhi kelas menengah atas yang menahan belanja. Investasi juga belum melaju kencang karena stabilitas ekonomi global masih terhambat perang dagang,\" kata dia. Terpisah, Direktur Riset Center of Reform on Economics (Core) Indonesia, Piter Abdullah mengatakan, melesetnya target pertumbuhan ekonomi disebabkan oleh banyak faktor, dan menurut dia, selama ini kebijakan yang dikeluarkan pemerintah tidak tepat sehingga tak berhasil mencapai target. \"Adanya kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan tidak tepat. Namun menurut saya target tidak bisa dinilia dari angka. Angka 7 bisa realistis dikatakan realistis, maupun tidak realistis bila dikatakan tidak realistis. Jadi relatif. Artinya harus ada kebijakan yang tepat,\" ujar Piter kepada Fajar Indonesia Network (FIN), kemarin (4/10). Terkait persoalan target, menurut dia dalam pemerintahan sebelumnya Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), pun tidak mencapai target yang dinjanjikan. \"Jadi kalau saya melihat, adanya kebijakanyang tidak efektif, tidak nendang. Sama seperti pemerintahan SBY. Program-program apapun yang dibuat, tidak tepat, sehingga realisasi tidak sesuai yang diharapkan,\" ujar Piter. Oleh karena itu, di akhir tahun 2019 ini, menurut Bhima, agar realisasi pertumbuhan sesuai target harus melakukan sejumlah pembenahan, yang utama salah satunya adalah mendorong sektor industri manufaktur yang berorientasi ekspor. Selain itu, perizinan investasi, khususnya sinkronisasi Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP) dan Online Single Submission (OSS), serta mempertajam insentif fiskal. \"Kemudian, perluasan pasar ekspor ke negara nontradisional juga harus dilakukan. Lalu, efektifkan anggaran pemerintah, termasuk dana desa dan bansos untuk mendukung daya beli kelas bawah,\" pungkasnya.(din/fin)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: