Lagi-Lagi Soal Data
MAGELANGEKSPRES.COM,JAKARTA - Penyaluran bantuan sosial (bansos) bagi warga yang terdampak COVID-19 belakangan ini mengalami keterlambatan. Persoalan data menjadi yang paling krusial. \"Di awal memang terjadi kelambatan data dari daerah. Karena banyak data dari kabupaten/kota tidak mewakili data dari desa/kelurahan. Jadi, banyak data yang sudah diserahkan kabupaten/kota tapi ditarik lagi. Karena ada desa/kelurahan keberatan dengan data itu. Datanya berbeda,\" kata Menteri Sosial Juliari Batubara di Jakarta, Selasa (19/5). Pemerintah, kata Juliari, telah meluncurkan sejumlah program bantuan sosial untuk membantu masyarakat yang terdampak pandemi COVID-19. Di antaranya adalah Bantuan Sosial (Bansos) Tunai dan Bantuan Langsung Tunai (BLT) Desa. Namun penyaluran bansos tunai masih sekitar 25 persen dan BLT desa kurang dari 15 persen dari total bantuan. \"Jadi, kami harus membuka waktu agak panjang untuk penerimaan data. Tapi per Senin, 18 Mei 2020, kami sudah menutup penerimaan data dari daerah. Tidak ada lagi daerah yang menarik dan mengirim ulang data,\" paparnya. Dia mengakui pengumpulan data di daerah mengalami kesulitan. Sebab, ada program bansos yang bersamaan. Misalnya dari Kementerian Sosial, Kementerian Desa, pemerintah provinsi hingga pemerintah kabupaten. \"Jadi petugas di bawah kesulitan. Karena harus mendapat data yang cepat dan akuntabel. Karena itu, saat ini kami stop untuk keluar masuknya data,\" imbuh politisi PDIP tersebut. Namun, untuk program bantuan sosial tunai yang ditujukan untuk 9 juta kepala keluarga (KK) di luar Jabodetabek, masih terus disalurkan oleh PT Pos Indonesia. PT Pos saat ini sedang menyalurkan bansos tunai bagi 8,3 juta KK, dana bagi para keluarga penerima manfaat juga sudah ada di rekening PT Pos. \"Jadi tidak ada lagi masalah anggaran. Karena dana sudah ada di PT POS. Selain itu, tidak ada data tambahan lagi karena sudah closing data di Kemensos. Seluruhnya sudah diberikan langsung ke PT POS,\" ucapnya. Seluruh data itu, menurut Juliari, berasal dari daerah dan tidak ada pendataan dari Kemensos. \"Artinya, daerah yang paling tahu siapa yang paling miskin, rentan miskin, terdampak, tidak terdampak atau tidak terlalu dampak. 100 persen kami serahkan ke pemda. Kemensos tidak mungkin validasi dan verifikasi data. Karena kalau harus validasi dan verifikasi, kecepatan yang diinginkan tidak tercapai. Presiden Jokowi menginginkan sebelum Lebaran dana sudah tersalurkan,\" jelasnya. Untuk menjaga akuntabilitas, Juliari mengaku Kemensos sudah bekerja sama dengan KPK dan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) untuk penyaluran bansos. \"Kerja sama dengan KPK sudah dilakukan. Bahkan KPK sudah mengeluarkan edaran terkait bansos yang tidak harus berdasar DTKS (Data Terpadu Kesejahteraan Sosial), yang tidak DTKS juga bisa masuk ke penerima bansos. Dengan BPKP juga saya terima setiap minggu saran-sarannya. Jadi kami bekerja erat dengan BPKP dan KPK untuk memenuhi unsur akuntabilitas dari bansos yang dijalankan. Begitu juga dengan Kejaksaan Agung. Saya sering kontak Jaksa Agung kalau ada temuan di lapangan,\" urai Juliari. Sementara itu, Menteri Koordinator bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (PMK) Muhadjir Effendy menjelaskan tiga masalah penyaluran bantuan sosial tunai dan bantuan langsung tunai desa yang terjadi selama ini. \"Presiden menginstruksikan ke Menko PMK, Mensos dan Mendes untuk mempercepat penyaluran bansos. Kami sudah menelaah. Ada 3 masalah yang harus diurai dan sudah diurai,\" ujar Muhadjir di Jakarta, Selasa (19/5). Persoalan pertama, yakni ketersediaan dana yang akan disalurkan. Dalam masalah ketersediaan dana ini, Kementerian Sosial tidak mengalami masalah. Karena dana sudah ada di Kemensos. Uang tersebut juga sudah dialihkan ke akun PT Pos yang akan menyalurkan dana ke keluarga penerima manfaat. Hal ini dinilai sudah memotong prosedur. \"Selama ini PT Pos ke Ditjen terkait, sekarang siap disalurkan, pertanggungjawabannya belakangan,\" imbuhnya. Sementara itu, dana desa yang disalurkan Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi masih memiliki kendala. Dia mengatakan terdapat 53.156 desa yang sudah menerima dana atau 79 persen. Sedangkan sisanya 21.797 belum menerima dana. Dari 53.156 desa yang sudah menerima dana, baru 12.829 desa yang sudah menyalurkan dananya kepada keluarga penerima manfaat. \"Selisih yang belum menyalurkan dana itu yang akan dikejar, kita potong prosedurnya. Sehingga mudah-mudahan menjelang dan awal hari raya, bisa disalurkan secepat mungkin,\" papar mantan Rektor UMM ini. Persoalan kedua, terkait data penerima bansos. Untuk Kemensos, basis data berasal dari data terpadu kesejahteraan sosial (DTKS). Kini dana tersebut juga harus disalurkan ke non-DTKS, maka dilakukan penghimpunan data dari RT/RW. Persoalan menjadi rumit lantaran penghimpunan data memerlukan penanganan khusus. Persoalan ketiga, yakni terkait delivery system. Menurut Muhadjir, data penerima bantuan yang dihimpun RT/RW harus diverifikasi di tingkat kabupaten/kota, sehingga menyebabkan prosedur berbelit. Akhirnya pemerintah menyepakati data RT/RW tidak perlu diverifikasi di kabupaten/kota. Guna mencegah terjadinya penyimpangan sosial, Presiden telah menginstruksikan agar dilakukan pengawalan oleh Babinsa serta Bhabinkamtibmas atas penyaluran bantuan tersebut.(rh/fin)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: