Learning Lost Ancam Siswa

Learning Lost Ancam Siswa

MAGELANGEKSPRES.COM,JAKARTA - Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) mencatat, sebanyak 20 persen sekolah secara nasional menyatakan, bahwa sebagian siswa tidak memenuhi kompetensi atau mengalami learning loss akibat Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ). Angka itu didapat, berdasarkan hasil asesmen diagnostik yang dilakukan guru selama masa pandemi Covid-19. Badan Penelitian dan Pengembangan dan Perbukuan (Kabalitbangbuk) Kemendikbud, Totok Suprayitno mengatakan, bahwa sebagian besar guru menilai, bahwa separuh siswa tidak memenuhi standar kompetensi berdasarkan asesmen diagnostik yang dilakukan. \"Learning lost tanda-tandanya sudah mulai tampak. 20 persen sekolah menyatakan sebagian siswa tidak memenuhi standar kompetensi,\" kata Totok di Jakarta, Kamis (21/1/2021). Kendati demikian, kata Totok, dari hasil asesmen diagnostik tersebut, 80 persen siswa masih mampu mencapai hasil belajar di tengah pandemi. Namun, bukan berarti angka 80 persen itu akan terus bertahan. Terlebih, mengingat PJJ masih akan terus berlangsung. Secara persentase, sebanyak 47 persen sekolah/guru mengatakan, hanya 50 persen siswa memenuhi standar kompetensi. Selain itu, sebanyak 20 persen sekolah/guru menilai, sebagian kecil siswa memenuhi standar kompetensi. Artinya, siswa yang memenuhi standar kompetensi hanya di bawah 50 persen. Sementara itu, sebanyak 31,9 persen sekolah/guru yang menilai siswanya sebagian besar sudah memenuhi standar kompetensi. Jika sebagian besar guru menilai siswanya tidak memenuhi standar kompetensi, artinya sudah ada kecenderungan terjadi learning lost. \"Walaupun survei ini baru hasil analisas guru berdasarkan hasil diagnostiknya, learning loss itu akan tetap ada,\" ujarnya. Untuk itu, Totok meminta, guru terus berinovasi dalam memberikan pembelajaran yang kreatif agar mampu diserap siswa. Terlebih, guru didorong untuk mengajar tidak sesuai ketuntasan kurikulum, tapi sesuai dengan kemampuan siswa. \"Mengajar tidak sesuai ketuntasan kurikulum, tapi mengajar sesuai kemampuan siswa. Ini merupakan paradigma baru. Kalau dulu yang dituntut adalah belajar untuk menuntaskan kurikulum. Sekarang, perlu dikedepankan belajar untuk memaksimalkan potensi peserta sesuai dengan kemampuan,\" tuturnya. Sebelumnya, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbu), Nadiem Makariem mengatakan, bahwa program \"Merdeka Belajar\" yang dijalankan oleh Kemendikbud telah memberikan motivasi kepada semua pemangku kepentingan di dunia pendidikan untuk belajar menangani situasi ini. \"Saat pembelajaran terjadi, di saat yang sama para guru berpeluang menemukan cara baru dan terbaiknya dalam membantu siswa belajar,\" kata Nadiem. Dalam program tersebut, kata Nadiem, Kemendikbud ingin menggali potensi terbesar para guru-guru sekolah dan murid kita untuk berinovasi dan meningkatkan kualitas pembelajaran secara mandiri. \"Mandiri bukan hanya mengikuti proses birokrasi pendidikan, tetapi benar-benar inovasi pendidikan,\" ujarnya. Untuk menghasilkan kualitas belajar siswa yang terbaik, menurut Nadiem, para guru harus terus berinovasi dan meningkatkan metode pengajaran setiap saat. Ia menyadari bahwa tidak ada yang sempurna dalam semua usaha yang dilakukan. \"Namun yang terpenting, setelah itu adalah bagaimana semua pihak merefleksikan dan meningkatkan metode pengajaran di tengah pandemi ini,\" tuturnya. Nadiem menuturkan, Indonesia dengan keragaman geografis, sosial, dan ekonomi, memiliki berbagai tantangan untuk mengatasi akses pendidikan. Oleh karena itu Kemendikbud melakukan pendekatan yang berbeda-beda terhadap pemangku kepentingannya. \"Mereka yang memiliki akses internet, kami fokus pada pembelajaran secara daring, mereka yang tidak memiliki akses ke internet, kami fokus pada televisi, radio dan juga melalui pesan teks,\" pungkasnya. (der/fin).

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: