Masih Marak Stigma Gangguan Jiwa karena Kerasukan Jin

Masih Marak Stigma Gangguan Jiwa karena Kerasukan Jin

MAGELANGEKSPRES.COM,MAGELANG  - Gangguan jiwa dapat mengenai setiap orang, tanpa mengenal umur, ras, agama, maupun status sosial-ekonomi. Fenomena di masyarakat banyak beredar kepercayaan atau mitos yang salah mengenai gangguan jiwa. Tak sedikit yang percaya bahwa gangguan jiwa disebabkan oleh gangguan roh jahat, akibat guna-guna, atau karena kutukan. Hal itu dikatakan Pengurus Komunitas Peduli Skizofrenia Indonesia (KPSI) Simpul Magelang, Ns Sambodo Sriadi Pinilih MKep, Jumat (26/6). Dosen Fakultas Ilmu Kesehatan (Fikes) Universitas Muhammadiyah (UM) Magelang itu menjelaskan, di zaman modern seperti sekarang, tak menjamin semua bisa berpikir ke arah penanganan medis. \"Karena masih sangat banyak, gangguan jiwa dianggap sebagai aib, meresahkan, dan paling seringnya adalah mitos karena kerasukan setan atau jin, sehingga dianggap tidak mempan dengan penanganan medis,\" kata Sriadi. Perempuan berhijab ini menuturkan, adanya mitos yang berkembang pesat terhadap pasien gejala gangguan jiwa, justru sangat merugikan pasien. Sebab, dengan keyakinan semacam itu, maka penanganan medis pun tidak mampu dijalankan. \"Penanganan medis akan langsung ditolak baik oleh pasien itu sendiri, maupun keluarganya, karena menganggap mengonsumsi obat kimia tidak akan mempan. Yang dikhawatirkan mereka justru akan merusak organ tubuh karena mengonsumsi obat,\" paparnya. Baca Juga Jumat Berkah, Inspektorat Bagikan Sayuran Gratis Ia menemukan kasus semacam itu sangat banyak di Magelang. Mereka tidak terpaku pada golongan pendidikan dan ekonomi rendah. Bahkan, orang yang ekonomi mapan dan terpelajar tak sedikit masih mempercayai mitos semacam itu. Dia berharap, masyarakat kian cerdas menyikapi persoalan gangguan jiwa. Salah satunya bisa dilakukan dengan mencari informasi kredibel dan ilmiah. Selain itu, ia juga berharap ada kader kesehatan di tiap desa/kelurahan yang tugasnya mengedukasi masalah gangguan kejiwaan. \"Ada kader kesehatan jiwa di tingkat desa atau kelurahan, dan mereka mulai mengenalkan tanda-tanda seseorang mengalami masalah kejiwaan. Dari situ prosedurnya jelas, harus melapor kemana atau mendiskusikan penanganannya dan bersinergi dengan Puskesmas. Bukan pergi ke paranormal atau yang lainnya,\" ucapnya. Sriadi menilai, risiko gangguan kejiwaan yang semakin parah sebenarnya bisa ditekan jika deteksi sejak dini dilakukan. Dengan adanya penanganan yang baik dan benar, maka masyarakat yang mengalami gangguan kejiwaan mampu secara mandiri kembali produktif. \"Kalau sudah begitu, harapannya bisa kembali ke lingkungannya dengan nyaman baik bagi dirinya, keluarganya, dan lingkungannya. Tidak ada perspektif negatif lagi, dan akan mempercepat kesembuhan si pasien,\" pungkasnya. (wid)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: