Miris,Efek Belajar Online Bikin 2 Siswa SMP di Wonosobo Drop Out
MAGELANGEKSPRES.COM, WONOSOBO - Proses pembelajaran jarak jauh yang dijalankan pada era pandemi covid 19 memiliki kelemahan dan kelebihan. Kombinasi daring dan luring dalam sistem pendidikan harus dilakukan sebagai bentuk adaptasi kebiasaan baru. “Dalam proses pembelajaran selama pandemi Covid 19 melalui pembelajaran jarak jauh (PJJ) memang ada plus minusnya. Maka harus ada upaya untuk melakukan evaluasi terus menerus, hingga menemukan bentuk yang tepat,” ungkap Kabid Kurikulum dan Pengendali Mutu Pendidikan Dikpora Wonosobo, S Faizi kemarin di Gazebo Masjid Al Mansur Kauman Wonosobo. Komunitas Gazebo Masjid Al Mansur bekerjasama dengan Partai Kebangkitan Bangsa Wonosobo gelar diskusi tentang plus minus pendidikan jarak jauh. Dalam kesempatan itu, PKB juga melakukan pembagian takji, nasi box dan santunan untuk anak yatim piatu serta anak Paud akar rumput. Menurutnya, pembelajaran jarak jauh telah meningkatkan pengetahuan siswa secara signifikan, sebab mereka memiliki kesempatan lebih luas untuk melihat dunia ini. Mereka berselancar melalui dunia maya, berkunjung ke situs-situs sejarah dan negara-negara di dunia. “Ada peningkatan pengetahuan siswa yang cukup signifikan, sebab tinggal klik saja mereka sudah tahu tentang negara lain, sampai soal sejarah berdirinya,” ucap Faizi. Selain itu pola pembelajaran jarak jauh juga menjadi pola pembelajaran yang dianggap paling efektif dan efisien, siswa bisa belajar dari rumah, tanpa harus datang ke sekolah, apalgi yang jaraknya jauh. “ efektivitas dan efisiensi PJJ ini menjadi sala satu unggulan, karena siswa memang bisa belajar dari rumah, waktu juga bisa diatur,” katanya. Namun disisi lain, sejumlah persoalan timbul dalam proses pendidikan jarak jauh, siswa yang lama tidak sekolah ternyata perilakunya berubah, utamnya dari sisi kedisiplinan dan juga perilaku lain. “Sisi negatif atau minusnya ya siswa menjadi tidak disiplin, banyak yang kami temukan siswa SD dan SMP bangun pagi diatas jam 08.00 WIB. Selain itu mereka juga mulai menyimpulkan bahwa pendidikan dianggap sudah tidak penting lagi,” terangnya. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Dikpora Wonosobo, setidaknya minimal dua anak atau dua pelajar SMP di Wonosobo berhenti sekolah alias drop out. Mereka menganggap sekolah tidak penting dan nemilih pergi bekerja keluar kota atau kerja membantu orang tua. “ selama pandemi ini, minimla satu sekolah SMP di wonosobo, ada anak drop out, alasannya mereka merasa sekolah tidak penting dan memilih bekerja ke luar kota atau membantu orang tua,” bebernya. Sementara itu, Ketua Fraksi PKB Wonosobo, Habibilah mengemukakan bahwa berdasarkan aspirasi dari masyrakat, menghendaki proses pembelajaran tatap muka segera digelar, sebab sudah muncul pertanda tidak baik, yaitu menganggap sekolah tidak penting lagi. “Lamanya daring atau PJJ ini ternyata berdampak pada anak dan juga orang tua, sekolah dianggap tidak penting lagi, mereka meminta pemerintah segera buka sekolah,” katanya. Pihaknya mendukung upaya yang dilakukan oleh Dikpora Wonosobo dan satgas covid dengan menggelar uji coba PTM saat ujian sekolah beberapa waktu lalu. Keberhasilan proses tersebut akan membuka jalan yang lapang untuk gelar PTM bagi seluruh sekolah di Wonosobo. (gus)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: