Nasib Seni Kethoprak di Temanggung, Ketua Paguyuban: Masih Eksis tapi Regenerasinya Lambat
TEMANGGUNG, MAGELANGEKSPRES.COM – Arus perkembangan teknologi yang semakin deras belakangan ini tidak dapat dipungkiri menjadi salah satu faktor penyebab perubaham gaya hidup, hingga memunculkan sebuah generasi yang kerap disebut sebagai milenial atau Generasi-Z. Kendati membawa sejumlah dampak positif, akan tetapi tak sedikit pula pengaruh lain yang dimunculkan. Salah satunya degradasi minat akan kebudayaan daerah yang sejatinya merupakan salah satu sumber potensi kearifan lokal yang kental akan simbol warisan leluhur bangsa Indonesia secara turun-temurun. Seperti budaya seni Kethoprak di Kabupaten Temanggung. Seiring berjalannya waktu, saat ini budaya tersebut tampak jelas kian tergerus oleh perkembangan zaman. Proses regenerasi dari para pemain atau tokoh-tokoh lawas rasa-rasanya sangat lamban berjalan. Demikian halnya dengan animo masyarakat di berbagai pelosok wilayah untuk menyaksikan seni Kethoprak khas Temanggungan tatkala pementasan juga semakin redup. Hal ini disadari betul oleh Ketua Paguyuban Kethoprak Kabupaten Temanggung, Sutopo. Menurutnya, di era kejayaannya dahulu, Kethoprak merupakan salah satu magnet tersendiri bagi seluruh lapisan masyarakat. Setiap kali dipentaskan, sekeliling panggung selalu ramai oleh penonton, baik anak-anak, remaja, dewasa, hingga mereka yang telah menginjak lansia. “Prihatin sebenarnya jika mengingat era kejayaan Kethoprak, khususnya di Kabupaten Temanggung pada dahulu kala. Setiap kali pementasan di desa-desa bahkan perkotaan, penonton selalu ramai. Berbeda dengan sekarang, meski masih ada, namun animonya terlihat menurun sangat drastis,” jelasnya, Jumat (13/5/2022). Tak hanya menurunnya peminat saja, lanjut Sutopo, regenarasi yang ada sejauh ini juga terbilang agak lambat. Hal ini dikarenakan faktor minimnya animo anak-anak hingga usia remaja untuk kembali menggeluti seluk-beluk menjadi pelaku seni Kethoprak agar warisan budaya yang adiluhung ini tetap lestari dari masa ke masa. “Sekarang ya masih eksis, mulai pemain hingga panggung pementasannya. Akan tetapi hanya itu-itu saja orangnya, berasal dari mereka yang bisa dibilang cukup berumur,” imbuhnya. Agar tidak hilang ditelah zaman, ia dan para tokoh yang ada saat ini berharap agar lebih banyak pihak yang membantu upaya membangkitkan sekaligus menggelorakan lagi seni Kethoprak Temanggung. Baik lingkungan tempat tinggal di pedesaan maupun perkotaan hingga sekolah-sekolah di berbagai jenjang pendidikan. “Banyak pesan moral yang bisa kita adopsi dari seni budaya, termasuk Kethoprak. Bahkan sangat bermanfaat apabila diaplikasikan dalam kehidupan. Banyak seni yang diwariskan oleh nenek moyang kita dan itu harus terus dijaga sampai kapanpun. Berangkat dari rasa bangga, berakhir dengan upaya mempertahankan. Oleh sebab itu, kami senantiasa mengajak generasi muda untuk terus bergandengan tangan menjaga seni ini agar terus hidup di masyarakat,” pintanya. Sementara itu, salah seorang tokoh senior seni Kethoprak asal Tlogomulyo, Subari (70) berharap agar budaya yang satu ini dapat dijaga secara turun-temurun, jangan sampai hilang ditelan zaman apapun alasan dan keadaannya. “Biyen kui aku tak rewangi mlaku puluhan kilometer yen ono tanggapan. Ora popo masio sing tak olehke ra sepiro, tapi aku bangga iso main tophrakan puluhan tahun (Dahulu itu saya bela-belakan berjalan kaki puluhan kilometer apabila ada undangan pementasan. Tidak apa-apa meski apa yang saya dapat tidak seberapa, tetapi saya bangga bisa ikut bermain Kethoprak selama puluhan tahun lamanya),” kenangnya. (riz)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: