Petani Tembakau Tunggu Kepastian Serapan Pabrikan Jelang Panen
MAGELANGEKSPRES.COM,MAGELANG-Di tengah pandemi Covid-19 saat ini, tembakau masih jadi tumpuan harapan para petani yang sedang memasuki musim panen. Memasuki masa panen, petani berharap seluruh stakeholder mendorong terwujudnya perniagaan yang adil yang mampu memberi kesejahteraan, khususnya menghadapi pandemi. Ketua Umum Aliansi Masyarakat Tembakau Indonesia (AMTI) Budidoyo mengungkapkan ini dalam diskusi Webinar Tobacco Series, di mana Seri I mengangkat tema “Mendorong Sinergitas Stakeholder Tembakau Kala Musim Panen di Tengah Pandemi Covid-19.” “Tembakau memberi sumbangsih yang luar biasa terhadap penerimaan negara, tenaga kerja, dan terhadap kesejahteraan petani. Dengan kolaborasi stakeholder, pabrikan, seluruh pelaku usaha, petani dan industri dapat memiliki ketahanan menghadapi pandemi,” ujar Budidoyo, Ketua Umum Aliansi Masyarakat Tembakau Indonesia (AMTI), Rabu (9/7). Kerjasama dan kolaborasi semua pihak baik dengan pabrikan dan dukungan pemerintah, lanjut Budidoyo, diperlukan sebagai upaya meningkatkan kesejahteraan petani, terutama pada masa pandemi Covid-19 ini. “Petani optimistis tembakau masih dapat diandalkan. Dengan kepastian jumlah serapan dari pabrikan, kepastian harga, pemerintah yang mengatur regulasi secara fair, dan semua pelaku usaha mendapatkan porsi yang proporsional, maka tembakau semakin eksis ke depannya,” ucapnya. Di tempat terpisah, Soeseno, Ketua Umum Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (APTI) menambahkan pentingnya dukungan Pemerintah terhadap program Kemitraan tembakau. Saat ini program Kemitraan budidaya tembakau sudah dijalankan secara mandiri oleh beberapa perusahaan. Metode kemitraan itu bervariasi dari satu perusahaan ke perusahaan lain, dengan beberapa perusahaan memilih untuk kemitraan langsung dan beberapa melakukan kemitraan melalui pemasok tembakau yang memiliki footprint luas di Indonesia. “Harapannya, program Kemitraan yang sudah berjalan baik saat ini bisa diteruskan dan mendapat dukungan dari Pemerintah. Pemanfaatan Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau (DBHCHT) untuk peningkatan produktivitas dan kesejahteraan petani juga harus terus didorong implementasinya, ” papar Soeseno. Saat ini, luas lahan tanam petani tembakau bergantung pada kepastian jumlah serapan yang akan dibeli oleh pabrikan. Apakah pabrikan akan membeli jumlah seperti biasa, atau mengurangi jumlah. Inilah yang menjadi spekulasi bagi petani tembakau. Apakah akan menanam seperti biasa, atau berkurang, atau tidak menanam sama sekali. Kondisi inilah yang meresahkan petani, seperti yang dialami para petani tembakau di Madura. “Kalau di Lamongan, Bojonegoro, para petani tembakau tetap menanam seperti biasa. Di Madura, penanaman berkurang 20 persen. Adapun di daerah sentra seperti Probolinggo, turun sekitar 10 persen. Di Jember, proses tanam baru mau dimulai akhir Juli, soal luas tanam, masih spekulasi,” tukasnya. Budidoyo berharap Pemerintah dapat terus mendukung kelangsungan IHT utamanya melalui pembuatan kebijakan yang adil, salah satunya kebijakan kenaikan cukai yang terprediksi tidak seperti tahun 2019 dimana cukai tidak naik tetapi di tahun 2020 naik sangat tinggi mencapai 23%. Kebijakan cukai di tahun 2021 hendaknya mengikuti kemampuan industri dan perkembangan ekonomi Indonesia.(jpnn)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: