Potensi Wakaf Tunai Tembus Rp77 Triliun, Alternatif Ekonomi Umat Selama Pandemi

Potensi Wakaf Tunai Tembus Rp77 Triliun, Alternatif Ekonomi Umat Selama Pandemi

MAGELANGEKSPRES.COM,JAKARTA- Di tengah pandemi COVID-19, sejumlah penggiat wakaf mendorong upaya pemanfaatan wakaf produktif yang sesuai dengan fatwa Dewan Syariah Nasional-MUI lebih optimal. Wakaf uang dianggap menjadi salah satu solusi instrumen jaring pengaman sosial (Social Safety Net) yang sangat dibutuhkan masyarakat saat ini. Hal itu diungkapkan sejumlah kalangan penggiat wakaf Indonesia dalam diskusi virtual yang dipandu oleh Pusat Inkubasi Bisnis Usaha Kecil (Pinbuk) dan Sharia Micro Business Forum (SBMF), Sabtu (9/5). Pengelolaan wakaf uang dan produktif oleh koperasi syariah menjadi poin penting dalam pembahasan tersebut. Namun, masalah yang muncul saat ini adalah database wakaf yang belum optimal. Pasalnya, potensi wakaf tunai yang mencapai Rp77 trilun belum tergarap dengan baik. Direktur Eksekutif Komite Nasional Ekonomi dan Keuangan Syariah (KNEKS) Ventje Rahardjo menuturkan, di masa pandemi ini, para mustahik (kelompok masyarakat di bawah garis kemiskinan) bertambah banyak. Ia memperkirakan ada penambahan 20 juta orang. Padahal sebelum pandemik, jumlah mustahik hanya 9 persen dari penduduk Indonesia. \" Setelah ada pandemi ini menjadi sesuatu yang sangat penting. Karena jumlah mustahik semakin bertambah. Ada sekitar 75 juta orang baik yang di bawah garis kemiskinan, maupun warga yang sudah bankable sekalipun,\" paparnya. Oleh karena itu, mantan Direktur Utama Bank BRI Syariah menerangkan, kelompok mustahik baru menjadi perhatian dari semua kalangan. Pengelolaan hasil investasi dana wakaf dan zakat harus lebih optimal dalam mengembangkan jaring pengaman sosial. Apalagi dana zakat dan wakaf adalah bagian jaringan pengaman sosial yang khas dimiliki negara berpenduduk muslim terbesar seperti Indonesia. \"Memang saat ini sudah ada anggaran Rp200 triliun dari pemerintah tapi masih kurang,Juga jangka waktunya ( akhir pandemi) kami perkirakan cukup panjang. Melihat itu, pengumpulan zakat dan wakaf tunai tengah kita kejar agar bisa tersalurkan kepada para mustahik. Insya Allah ini sangat membantu saudara-saudara kita di tengah kondisi ini,\" paparnya. \"Kami terus menerus berkoordinasi dengan Badan Wakaf Indonesia (BWI) untuk mendorong pemanfaatan wakaf di Indonesia. Potensi wakaf betapa besarnya, tapi kita melihat bahwa database wakaf nasional sulit didapatkan. PR kita adalah memiliki database yang kuat,\" paparnya. Untuk itu, KNEKS tengah mendorong adanya profesi wakaf advisor. Profesi ini akan melayani para wakif (pemberi wakaf) agar lebih mudah melakukan kegiatan wakaf-nya. \"Saat ini wakaf tunai kebanyakan dilakukan oleh masyarakat perkotaan. Dalam bank, para wakif adalah nasabah prioritas. Jadi posisi Wakaf Advisor adalah memberikan transparansi penggunaan uang yang diwakafkan dan kejelasan kemana dana tersebut disalurkan,\" tambahnya. Merujuk pada pengelolaan wakaf, Komisioner Badan Wakaf Indonesia (BWI) Iwan Agustiawan Fuad menerangkan, pengelolaan wakaf Indonesia masih ketinggalan 10 tahun merujuk pada kajian Islamic Develompent Bank. Setelah melakukan peningkatan kompetensi pada nazir (pengumpul wakaf) terlihat ada kenaikan jumlahnya. Di tahun 2015-2018, wakaf uang yang terkumpul mencapai Rp255 miliar. Menurut Iwan, jumlah tersebut masih sangat kecil sekali. \"Namun kita masih terus bergerak, tahun 2019 kita berhasil menghimpun Rp55 miliar, tahun ini juga sedang kita sedang mengupayakan Rp55 miliar, asumsi kita bisa menghimpun Rp1 triliun,\" paparnya. Iwan mengaku, potensi wakaf uang Indonesia sangat besar yakni mencapai Rp77 triliun. Sementara, wakaf aset tanah mencapai Rp2.050 triliun. Masalahnya, aset wakaf banyak yang belum terkelola karena kemampuan nazir yang terbatas dalam mengelola aset properti. Menariknya, pertumbuhan zakat dan wakaf terus membiru. Penerimaan zakat terus naik mencapai Rp40 triliun (21,1 persen), sementara wakaf uang melambung ke angka 30.1 persen. \"Ini juga menarik untuk kita lihat sebagai potensi menarik untuk menghimpun zakat dan wakaf yang lebih optimal,\" terangnya. Melihat potensi itu, sambung Iwan, pengelolaan wakaf menjadi solusi terbaik dalam proses memerangi Covid-19. Seperti bantuan langsung, alat kesehatan, pembersihan sanitasi, hingga pendirian rumah sakit berbasis wakaf. \"Dana recovery ekonomi Indonesia pasca Covid-19 bisa dari dana wakaf yang kita kumpulkan. Jadi bisa disimpulkan bahwa wakaf menjadi kekuatan ekonomi berjamaah di Indonesia,\" tambahnya. ///SEMINGGU TEMBUS RP2 MILIAR Salah satu Penggiat Koperasi Indoensia Kamaruddin Batubara, momentum Covid-19 menjadi tepat untuk merevisi UU Wakaf dan UU Zakat Infaq dan Shadakah untuk kemudian lebih \"galak\" lagi menghimpun wakaf dan zakat untuk kemaslahatan umat. \"Kita ini lebih takut tidak membayar zakat ketimbang membayar pajak. Kita juga lebih takut tidak berwakaf ketimbang tidak mewariskan apa-apa kepada anak cucu kita,\" tegas menerima piagam kehormatan Wira Karya Satyalencana dari Presiden Joko Widodo, Juli 2018 silam. Melihat potensi zakat dan wakaf yang fantastis, sambungnya, sudah menjadi jawaban bahwa ekonomi berjamah bisa membawa Indonesia ke arah yang lebih mandiri ketimbang memohon bantuan asing. \"Jadi ngapain kita ngutang ke luar negeri, tapi sebenarnya kita mampu berdikari (lewat zakat dan wakaf),\" ujar Presiden Koperasi Syariah Benteng Mikro Indonesia (Kopsyah BMI) itu. Dirinya pun berbagi pengalaman bagaimana wakaf tunai bisa direalisasikan. Seperti yang diterapkannya di Kopsyah BMI. Dalam pengelolaannya, sudah terbukti bahwa dana wakaf uang mampu meningkatkan hajat dan martabat anggotanya. Namun sebelum itu pihaknya perlu melakukan peningkatan kompetensi karyawannya lewat pelatihan dan edukasi wakaf. \"Pelatihannya ratusan juta, dan itu tidak menggunakan dana wakaf, infaq dan shadaqah. Mereka yang sudah mendapat pelatihan kita sebut agen-agen wakaf dan tidak digaji. Gajinya hanya keberkahan, Insya Allah,\" terang pria kelahiran Mandailing Natal, 45 tahun silam itu.. Bagi anggota, Kopsyah BMI juga mengajak 250 ribu anggotanya untuk berwakaf dengan cara mencicil. Bukan hanya membayar, anggota pun mendapat kartu pengawasan wakaf dan juga sertifikat. Kopsyah BMI pun menargetkan cicilan dana wakaf untuk membeli 100 hektar untuk anggota yang berprofesi sebagai petani. \"Alhamdulilah, kita sudah membeli 20 hektar dan rencananya 10-15 hektar dari lahan itu menjadi wakaf sawah, sisa lahannya untuk rumah sakit gratis, sekolah, masjid dan rumah tahfidz dan ini gratis. Sementara pengelolaannya sendiri berasal dari keuntungan dan manfaat uang wakaf itu,\" paparnya. Secara teknis, sambung Kamaruddin, penghimpunan dana wakaf diambil dari anggota baik secara langsung dan dicicil lewat imbauan. Setiap anggotanya diajak untuk berwakaf hingga Rp1 juta dan dicicil Rp2.000 setiap minggunya selama 8 tahun. Anggota yang sudah mencapai wakaf minimal Rp1 juta akan diberikan sertifikat. Berwakafnya dilakukan secara ikhlas dan prosesnya tidak terasa namun hasilnya terasa. \"Pada waktu kami mengimbau anggota berwakaf Rp10 ribu perminggu, hasilnya mencapai Rp300 juta-Rp400 juta. Akan tetapi saat kami merubah cicilannya menjadi Rp2.000, terkumpul dua kali lipatnya. Perolehan wakafnya meningkat menjadi Rp600 juta-Rp700 juta per minggu. Ini merupakan hasil gotong royong 250 ribu anggota kami,\" paparnya. \"Itu hasil perminggu, kalau sebulan angkanya mencapai Rp2 miliar lebih. Jadi kalau ada koperasi yang wakaf dan zakatnya tidak jalan, itu bukan pengurus, itu penguras,\" tandasnya. Bentuk inilah yang ingin ditunjukkan Kopsyah BMI bahwa zakat, infaq, wakaf dan shadaqah (Ziswaf) sebagai instrumen Islam yang harus diperjuangkan untuk kepentingan umat. (fin/tgr)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: