Tradisi Nyadran Desa Kemiri Temanggung ini Sudah Turun Temurun Sejak Ratusan Tahun Silam
TEMANGGUNG, MAGELANGEKSPRES.COM - Masyarakat Dusun Kebondalem Desa Kemiri Kecamatan Kaloran kembali bisa menikmati meriahnya tradisi nyadran (selamatan desa), setelah dua tahun tidak dilaksanakan karena pagebluk Covid-19 melanda. SETYO WUWUH Temanggung Ungkapan rasa syukur warga di Dusun Kebondalem Desa Kemiri, karena telah diberikan keselamatan dan terhindar dari pegebluk Covid-19 diungkapkan dengan menggelar tradisi nyadran. Tidak hanya itu selama ini warga juga telah diberi rezeki yang melimpah dan barokah, meskipun pandemi mengincar semua lapisan masyarakat. Oleh karena itu tradisi ini digelar dengan tetap mematuhi protokol kesehatan. \"Kami sudah sosialisasikan kepada semua masyarakat, agar tetap mematuhi prokes,\" ungkap Kepala Dusun Romlan. Ia mengatakan, tradisi nyadran yang digelar satu tahun sekali ini hanya boleh diikuti oleh warga setempat saja. Warga dari luar desa atau luar daerah tidak diperbolehkan untuk mengikuti prosesi nyadran ini. \"Untuk sementara ini kami terapkan aturan itu, tidak ada masyarakat dari luar daerah yang mengikuti tradisi ini, ini sebagai salah satu upaya untuk mencegah penyebaran Covid-19,\" tuturnya. Tradisi ini juga sebagai salah satu upaya mayarakat untuk terhindar dari pandemi Covid-19, dengan berdoa bersama ini diharapkan warga semua dalam kondisi sehat dan terhindar dari penyakit. Dalam tradisi nyadran kali ini ada beberapa prosesi yang dilakukan, di antaranya doa bersama di makam Eyang Salam (pendiri desa), setelah itu dilakukan Kembul Bujono (makan bersama) dan pementasan kesenian tradisional. \"Makan bersama memang sengaja kami lakukan di jalan desa, dengan tujuan agar masyarakat tetap bersatu dan bersama menghadapi semua cobaan saat ini,\" tuturnya. Rido tokoh masyarakat desa setempat menuturkan, nyadran ini sudah menjadi tradisi tahunan yang wajib dilakukan. Selama dua tahun nyadran dilakukan secara mandiri dari rumah masing-masing warga. \"Alhamdulillah tahun bisa dilakukan bersama lagi, kami sangat bersyukur bisa kembali bersama berkumpul,\" ungkapnya. Turun temurun selama ratusan tahun ini dilakukan pada bulan Jumadhil Akhir, atau bulan Rajab dihari Jumat Pon (kalender jawa). Penetapan waktu ini sudah sejak dahulu kala. Sementara itu Camat Kaloran Muhammad Ja\\\'far menambahkan, tradisi ini memang menjadi salah satu agenda rutin tahunan dan menjadi salah satu daya tarik di desa-desa di Kecamatan Kaloran. Ke depan tidak menutup kemungkinan, tradisi ini menjadi salah satu daya tarik bagi wisatawan, karena tidak semua daerah memilikinya. (*)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: