Kirim Surat ke Presiden Jokowi, APTI Tolak Revisi PP Nomor 109 Tahun 2012
Seorang petani di Temanggung berada di lahan tanaman tembakau miliknya, menunggu panen. (Foto: rizal ifan chanaris.)-Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (APTI) -Temanggung Ekspres
TEMANGGUNG - Sebagai bentuk upaya perlindungan terhadap budidaya tanaman tembakau di tengah masa panen, Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (APTI) secara resmi melayangkan surat permohonan penolakan terhadap adanya wacana Revisi PP Nomor 109 Tahun 2012 kepada Presiden Joko Widodo.
Ketua Umum APTI, Agus Parmuji menyebut, dalam surat yang dilayangkan tersebut terdapat beberapa poin utama permintaan kalangan petani tembakau. Yakni pembatalan Revisi PP 109 Tahun 2012, pembatalan rencana kenaikan cukai di tahun 2023, dan meminta Presiden Joko Widodo untuk segera membuat regulasi tentang tata niaga dan perlindungan terhadap pertembakauan nasional.
“Ini adalah bentuk respon kami terhadap wacana Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan atau Kemenko PMK menyatakan akan memperketat tata niaga industri hasil tembakau dalam waktu dekat dimana pemerintah akan merevisi Peraturan Pemerintah (PP) No. 109-2012 tentang Pengamanan Bahan Yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau Bagi Kesehatan,” jelasnya, Selasa (2/8/2022) di Kabupaten TEMANGGUNG.
Surat tersebut terpaksa dilayangkan lantaran petani menganggap belum ada titik tengah yang menjadi jembatan atas wacana revisi yang memuat lima poin utama, yakni penambahan luas penampang gambar dampak merokok di bungkus rokok menjadi 90%, pelarangan iklan rokok di media sosial, pelarangan penjualan rokok secara batangan, penguatan pengawasan penjualan rokok, dan pengaturan penjualan rokok elektrik.
Terlebih, berdasar hasil kesepakatan sebelumnya, para petani tembakau di berbagai daerah menolak keras atas wacana tersebut karena hal itu sama saja dengan mengkebiri hak-hak ekonomi petani tembakau dan berdampak pula pada penyerapan bahan baku secara skala nasional.
“Kalau revisi PP 109 tahun 2012 dengan maksud mempertajam pengaturan pengendalian produk tembakau nasional ini masih juga dipaksakan, jelas akan muncul efek domino negatif di tingkat petani baik mulai hulu hingga hilir,” ungkapnya.
Agus juga menyebut bahwa revisi PP 109 tahun 2012 adalah bentuk penjajahan terhadap salah satu kearifan lokal tanpa memperhatikan budaya pertanian, ekonomi pedesaan, hingga kelestarian keanekaragaman budaya bangsa Indonesia.
“Masalah kesehatan, ekonomi, dan kearifan lokal bangsa dalam komoditas tembakau tidak bisa dibentur-benturkan. Karena semua saling terkait. Tetapi apabila revisi mempertajam PP 109 tahun 2012 ini terus dipaksakan, berarti akan ada pembunuhan masal di tingkat petani tembakau. Tembakau bukan hanya urusan ekonomi, tapi budaya arif bangsa Indonesia,” tegasnya. (riz)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: temanggung ekspres