Museum Sudirman, Mengenang Tempat Peristirahatan Jenderal Sudirman hingga Wafat di Magelang

Museum Sudirman, Mengenang Tempat Peristirahatan Jenderal Sudirman hingga Wafat di Magelang

SEJARAH. Berbagai benda peninggalan Jenderal Sudirman masih tersimpan di Museum Sudirman Magelang.-Museum Soedirman-Istimewa

MAGELANG, MAGELANGEKSPRES.DISWAY.ID - Memperingati HUT ke-77 Kemerdekaan RI identik dengan mengingat sejarah perjuangan para pahlawan saat melawan penjajah. Sejarah perjuangan para pahlawan yang diukir dalam sejarah bangsa ini kembali terngiang dalam ingatan.

Sejarah perjuangan Jenderal Sudirman saat melawan penjajah ini, juga tersimpan di Magelang. Untuk mengenang jasanya, diabadikan dengan nama salah satu jalan di Kota Magelang, yakni Jalan Jenderal Sudirman.

Perjalanan hidup Jenderal Sudirman saat bergerilya memimpin pasukan sempat dirawat di Magelang hingga menghembuskan nafas terakhir. Sewaktu sakit dia dirawat oleh dokter Kusen yang namanya menjadi nama lapangan Rindam Magelang dan dokter Soemalijo di rumah peristirahatannya yang terletak di Jalan Ade Irma Suryani No. C7, Kota Magelang.

Jenderal Sudirman wafat pada hari Ahad, 29 Januari 1950, pukul 18.30 WIB. Rumah tersebut kini menjadi Museum Sudirman, yang menyimpan berbagai barang peninggalan Jenderal Sudirman. Musuem Sudirman terus dikunjungi masyarakat dari berbagai daerah di Indonesia, termasuk siswa sekolah yang ingin belajar sejarah. Pengunjung tidak dipungut biaya alias gratis.

Muhammad Ardani, pengelola harian Museum Sudirman menjelaskan, Jenderal Sudirman dimandikan tempat peristirahatan di Magelang yang kini sudah dijadikan Museum Sudirman pada Ahad 29 Januari 1950, sehari kemudian, Senin baru diberangkatkan ke Yogyakarta. Disemayamkan dulu di Masjid Gede baru kemudian dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Kusumanegara, Semaki.

Selain dipan untuk memandikan jenazah museum juga menyimpan ranjang tempat Sudirman wafat. Ranjang, kasur, seprei, kursi, almari (yang tersimpan di kamar Sudirman) itu semua asli.

Juga terdapat benda asli peninggalan Jenderal Sudirman di museum tersebut, seperti  meja dan kursi tamu, meja makan, serta buffet tempat menyimpan peralatan makan.

Setelah agresi militer Belanda ke 2 berakhir sekitar tahun 1948-1949, pemerintah menempatkan Sudirman di rumah peristirahatan di Magelang. Magelang dianggap cocok menjadi tempat pemulihan kesehatan Pak Dirman karena berhawa sejuk. Sudirman juga dianggap sudah sejak lama akrab dengan suasana Magelang.

Diketahui Sudirman sekitar tahun 1945-1946 sering menggelar latihan laskar militer di kawasan Gunung Tidar dan Candi Borobudur. Selain itu, Magelang dinilai tidak terlalu jauh dari pusat pemerintahan Yogyakarta dan telah memiliki rumah sakit tentara. Keberadaan rumah sakit menjamin ketersediaan obat bagi Sudirman.

Tidak ada catatan pasti kapan Jenderal Sudirman mulai menempati rumah di Jalan Ade Irma Suryani. Namun, Ardani menyebut 3 bulan lamanya Sudirman menjalani perawatan kesehatan di rumah ini.

Dokter Kusen dan dokter Soemalijo. Jadi dua dokter pribadi sewaktu tinggal di sini, terang Ardani.

Menurut Ardani, selain di Magelang,  ada  museum lain  yang tersebar di Banyumas, Cilacap dan Yogyakarta, yang menyimpan benda-benda sejarah perjuangan Jenderal Sudirman.

Rekam jejak gerilya Sudirman juga tersimpan pada rumah-rumah yang pernah disinggahinya. Kebanyakan rumah singgah tersebut berada di sekitar Gunung Kidul, Yogyakarta dan Pacitan, Jawa Timur.

Jenderal Sudirman adalah Perwira Tinggi Indonesia pada masa Revolusi Nasional Indonesia. Sudirman lahir pada 24 Januari 1916 di Desa Bodaskarangjati, Purbalingga, Jawa Tengah.

Ayahnya bernama Karsid Kartawiradji yang berkerja sebagai mandor tebu pada pabrik gula di Purwokerto. Ibunya bernama Siyem. Sejak kecil, Sudirman telah diangkat anak oleh Raden Cokrosunaryo, Asisten Wedana (Camat) di Rembang, Purbalingga. Setelah pensiun, keluarga Cokrosunaryo menetap di Cilacap.

Perjalanan Pendidikan Sudirman hingga Menjadi Guru Pada usia tujuh tahun, Sudirman bersekolah di Hollandsche Inlandsche School (HIS) setingkat sekolah dasar di Cilacap. Sudirman menjadi anak yang cukup beruntung pada masa itu.

Dia dibesarkan dengan cerita-cerita kepahlawanan, diajarkan etika dan tata krama priyayi, etos kerja, dan kesederhanaan rakyat jelata. Sudirman dididik penuh disiplin. Dia harus membagi waktu antara belajar, bermain, dan mengaji. Meski hidup berkecukupan, keluarga Sudirman bukanlah keluarga kaya.

 Setelah tamat HIS, Sudirman masuk Meer Uitgebreid Lagere Onderwijs (MULO) atau setingkat SMP. Setahun kemudian, dia pindah ke Perguruan Parama Wiworo Tomo dan tamat pada 1935. Selanjutnya, Sudirman manjadi guru di HIS Muhammadiyah. Sebagai guru, dia mengajarkan pelajaran moral dengan menggunakan contoh kisah wayang tradisional pada murid-muridnya.

Sudirman dikenal sebagai guru yang adil dan sabar. Dia senang mengajar dengan mencampurkan humor dan nasionalisme, hal ini membuatnya terkenal di kalangan murid-muridnya. Pada masa pendudukan Jepang, rakyat kesulitan mencari bahan pangan.

Kondisi ini menggerakkan Sudirman untuk aktif membina Badan Pengurus Makanan Rakyat (BPMR). Badan yang dikelola masyarakat bukan buatan Pemerintah Jepang. BPMR bergerak dibidang pengumpulan dan distribusi makanan supaya masyarakat Cilacap terhindar dari bahaya kelaparan. Pada Oktober 1943, Pemerintah Pendudukan Jepang mengumumakan penbentukan Tentara Pembela Tanah Air (PETA).

Karir Sudirman Sebagai Prajurit Sebagai tokoh masyarakat, Sudirman ditunjuk mengikuti pelatihan PETA angkatan kedua di Bogor. Di sinilah, Sudirman memulai karir sebagai prajurit. Setelah Proklamasi Kemerdekaan, Jepang membebaskan PETA dan melucuti senjata. Semua anggota PETA disuruh pulang ke kampung halamannya.

Pada 22 Agustus 1945, Panitia Persiapan Kemedekaan Indonesia (PPKI) membentuk Badan Keamanan Rakyat (BPR). Sudirman dan rekannya sesama tentara PETA mendirikan cabang BPR di Banyumas pada akhir Agustus. Sudirman berusaha menghimpun kekuatan BKR. Bersama, Residen Banyumas Iskaq Tjokroadisurjo dan beberapa tokoh lain, dia melakukan perebutan kekuasaan dari Jepang secara damai.

Komandan Batalyon Tentara Jepang, Mayor Yuda menyerahkan senjata cukup banyak. Karena itu, BKR Banyumas merupakan kesatuan yang memiliki senjata lengkap. Setelah Tentara Keamanan Rakyat (TKR) terbentuk, Sudirman diangkat menjadi Panglima Divisi V/Banyumas dengan pangkat kolonel. Sudirman Mulai Menderita Sakit dan Diangkat Menjadi Jenderal Melalui Konferensi TKR tanggal 12 November 1945, Sudirman terpilih menjadi Panglima Besar TKR/Panglima Angkatan Perang RI.

Saat itu, Sudirman mulai menderita tuberkulosis. Perang besar pertama yang dipimpin Sudirman adalah perang Palagan Ambarawa melawan pasukan Inggris dan NICA (Nederlandsch Indie Civil Administratie) Belanda. Perang berlangsung pada November hingga Desember 1945. Pada 12 Desember 1945, Sudirman melancarkan serangan serentak terhadap semua kedudukan Inggris di Ambarawa.

Upaya Sudirman tidak sia-sia, pertempuran selama lima hari berhasil memukul mundur pasukan Inggris ke Semarang. Setelah kemenangan Sudirman dalam Palagan Ambarawa, pada 18 Desember 1945, Sudirman dilantik sebagai Jenderal oleh Presiden Soekarno. Pangkat Jenderal tersebut tidak diperoleh melalui sistem Akademi Militer atau pendidikan lainnya namun melalui prestasinya. Itulah bedanya Sudirman dengan yang lain. (berbagai sumber)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: magelangekspres.com