BBM Naik, Beban Sopir Angkot di Kota Magelang jadi Bertambah
--
MAGELANG, MAGELANGEKSPRES.DISWAY.ID- Kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) bukan kabar menggembirakan bagi sopir angkutan umum dan ojek online (ojol) di tengah karut-marut tata kelola dan pendistribusian BBM bersubsidi. Belum tuntas para awak angkutan umum menghadapi kendala dalam mengakses BBM bersubsidi, mulai dari antrean panjang sampai kehabisan stok, kini mereka harus menanggung BBM dengan harga lebih mahal.
Ada 335 armada angkutan umum kota (angkot) di Kota Magelang. Mereka memiliki 12 jalur trayek, yang kesehariannya melintasi jalanan di Kota Magelang.
Saat ini, keterisian penumpang angkot bisa dihitung dengan jari. Paling ramai saat jam masuk dan pulang sekolah saja. Selebihnya di luar waktu itu, bahkan penumpang angkot sudah mirip dengan fasilitas taksi, karena ia jadi satu-satunya penumpang di angkot itu.
Wahyu (38), sudah menjadi seorang sopir angkot pengganti sejak 2015 lalu. Seiring berjalannya waktu, setoran yang ia berikan kepada pemilik angkot pun terus bertambah. Saat ini, setoran sudah mencapai Rp80.000 setiap harinya.
Di satu sisi, jumlah penumpang terus menurun. Ia hanya bisa mengandalkan anak-anak sekolah sebagai penumpang utamanya. Tentu saja tarifnya lebih murah dibandingkan dengan penumpang umum. Pelajar atau mahasiswa hanya membayar Rp2.000-Rp3.000 tergantung dari jarak yang ditempuh.
Pria tiga anak itu bercerita, dalam sehari ia menghabiskan BBM jenis pertalite saat harga perliternya masih Rp7.650, sebesar Rp50.000. Maklum saja, dia tidak pernah ngetem atau mangkal. Ia memilih untuk terus mobile mencari penumpang di jalur trayeknya.
Setiap bulannya, ia juga rutin memasukkan angkot tersebut ke bengkel servis. Biayanya cukup beragam. Kadang Rp100.000 sampai Rp200.000. Tergantung berapa banyak part-part yang harus diganti atau diperbaiki jika terjadi kerusakan.
Menurut Wahyu, pengeluaran yang harus dia tanggung kadang lebih besar dari pada pemasukan yang didapat. Karena itu, untuk menyiasatinya, Wahyu seringkali membuka order antar-jemput melalui jaringan yang ia punya.
"Misalnya kalau ada pengajian, saya jemput orang-orang untuk datang. Sambil menunggu, saya narik lagi, keliling kota, nyari penumpang. Lalu saya jemput lagi mereka. Hasilnya bisa untuk nutup kekurangan setoran di hari-hari yang lain pas sepi," katanya, Selasa (6/9).
Namun dengan kenaikan harga BBM, sudah pasti biaya operasional yang ia keluarkan pun bertambah. Jika semula dia cukup mengeluarkan uang Rp50.000 per hari, kini harus menambah dengan asumsi Rp75.000 per hari.
Di sisi lain, imbas dari kenaikan harga BBM seringkali diiringi dengan kenaikan komoditas kebutuhan pokok. Kebijakan pemerintah menaikkan harga BBM benar-benar menjadi hantaman keras bagi Wahyu dan seluruh sopir angkot. Mereka dipaksa memutar otak, hidup lebih sederhana dibanding biasanya, harus lebih irit lagi, dan menunda kebutuhan primer yang masih bisa ditunda sementara waktu.
"Masih syukur karena anak-anak masih SD. Kalau sudah SMA ya nggak tahu mau bagaimana bayar biaya sekolah anak-anak," tuturnya.
Wahyu adalah satu dari sekian banyak sopir angkot yang berasal dari luar wilayah Kota Magelang. Alhasil, ia seringkali tidak menerima bantuan sosial (bansos) yang dialokasikan dari APBD Pemkot Magelang.
"Kalau bantuan ora ngarep-arep (tidak mengharap) Mas. KTP saya kan luar kota. Biasanya yang diutamakan itu yang KTP kota (Kota Magelang)," akunya.
Soal penyesuaian tarif angkutan umum yang sudah diwakili oleh rekan-rekannya sesama sopir angkot, Wahyu mengaku hanya bisa pasrah saja. Ia menerima apapun kesepakatan dari organisasi yang menaunginya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: magelangekspres.com