Sejak Pandemi, di Magelang Pelecehan Seksual Online Paling Mendominasi

Sejak Pandemi, di Magelang Pelecehan Seksual Online Paling Mendominasi

BIJAK. Pesatnya kecanggihan teknologi terkadang membuat anak-anak tidak sadar jika mereka pernah mengalami pelecehan seksual secara online.(foto : IST/magelang ekspres)--

KOTA MAGELANG, MAGELANGEKSPRES.DISWAY.ID – Video call merupakan wahana komunikasi era digital saat ini yang marak dipakai. Layaknya komunikasi biasa, rupanya ada juga aksi negatif pelecehan seksual yang menggunakan metode video call.

Kepala Bidang Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Dinas Pemberdayaan Masyarakat, Perempuan, Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk, dan Keluarga Berencana (DP4KB) Kota Magelang Sari Kurniasih menyebut, laporan terbanyak kasus pelecehan seksual datang dari media sosial. Pihak perempuan seringkali mendapat intimidasi untuk memuaskan hasrat seksual laki-laki melalui media video call.

"Perkembangan teknologi memang banyak manfaatnya, tapi juga ada efek negatifnya. Sekarang cukup banyak aduan mengenai pelecehan media digital, terutama lewat video call. Karena itu kami bersama stakeholders berkolaborasi dengan banyak pihak untuk mencegah tindakan asusila semacam ini," kata Sari di kantornya, Senin, 2 Januari 2023.

Ia menjelaskan, pandemi Covid-19 yang melanda Maret 2020 silam, turut memengaruhi pengguna media sosial. Kasus pelecehan seksual secara online pun marak terjadi akibat pembatasan mobilitas dan berkurangnya aktivitas masyarakat secara luring.

“Untuk di Kota Magelang sendiri, sepanjang tahun 2022 memang kasus pelecehan seksual meningkat,” ungkap Sari.

Terlebih lagi, intensitas penggunaan gadget yang meningkat serta kurangnya pengawasan dari orangtua. Sebab lainnya, kata Sari, mengakibatkan aktivitas pelecehan seksual. Ironisnya, para korbannya sebagian besar tidak mengerti jika tindakan itu merupakan pelecehan seksual.

"Padahal mereka sebenarnya tidak mengerti kalau sebenarnya menjadi korban (pelecehan seksual). Di sinilah pentingnya edukasi dari para orangtua untuk turut mengawasi gadget anak-anak kita. Jangan sampai jadi korban," tuturnya.

Merespons banyak kasus semacam itu, DP4KB melalui Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) bersama konselor, penegak hukum, dan seluruh stakeholders sepakat untuk memitigasi kasus tersebut.

"Kami berkolaborasi dengan semua pemangku kepentingan untuk mencegah perilaku menyimpang berbasis online. Termasuk memaksimalkan edukasi kepada kaum remaja, dan orangtua mereka, supaya memahami pentingnya penggunaan secara bijak media sosial," jelasnya.

Sementara itu, Kepala Seksi Perlindungan Anak, Eny Mariyati mengatakan, banyak remaja dari SMP hingga SMA, bahkan anak-anak yang masih duduk di bangku SD yang menjadi korban pelecehan seksual online.

“Anak- anak itu bertemu dengan orang lain secara virtual lewat gadget lalu berlanjut komunikasi akhirnya melakukan VCS atau foto bagian tubuh dalam keadaan topless (tidak menggunakan pakaian atas),” sebut Eny.

Selanjutnya, video atau foto tersebut di screenshoot (cuplikan layar) untuk dijadikan alat intimidasi pelaku kepada para korbannya.

"Nah, hal ini (intimidasi) yang kadang-kadang membuat korban takut dan melaporkannya kepada DP4KB. Pola ini yang sering terjadi hingga hari ini, sulitnya karena hanya bentuk ancaman dan tidak ada barang bukti,” tutur Eny.

Eny menambahkan, sebagai bentuk trauma healing, DP4KB juga menjamin kerahasiaan bagi para korban pelecehan yang ingin mengutarakan aduan maupun keluhan. Selanjutnya, pihaknya akan memberikan pendampingan secara intensif, agar mental korban pulih kembali.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: magelangekspres.com