Ketua Serikat Buruh Wonosobo: Sekitar 25-40 Persen Jumlah Perusahaan Belum Penuhi Standar Pengupahan

Ketua Serikat Buruh Wonosobo: Sekitar 25-40 Persen Jumlah Perusahaan Belum Penuhi Standar Pengupahan

-WAWANCARA. Ketua Serikat Buruh Kabupaten Wonosobo, Andreas Suroso saat diwawancara. (foto: mohammad mukarom/wonosoboekspres)-

WONOSOBO, MAGELANGEKSPRES - Sekitar 25-40 persen perusahaan di Kabupaten Wonosobo belum memenuhi standar pengupahan, atau menggaji karyawannya di bawah UMK. Rata-rata alasannya karena jam kerja buruh masih tergolong rendah.

Perkiraan persentase itu diungkapkan oleh Ketua Serikat Buruh Wonosobo, Andreas Suroso, berdasarkan hasil pengambilan sampel di 16 perusahaan berbeda, yang dilaksanakan bersama tim pada beberapa bulan lalu.

"Mungkin sekitar itu persentasenya, sisanya ada 60-75 persen perusahaan sudah sesuai UMK. Setelah kami datangi, rata-rata masalahnya memang karena masa kerja karyawan masih rendah, atau baru kerja berapa bulan," ungkap Andreas.

Seperti yang diberitakan Wonosobo Ekspres, Magelang Ekspres Disway Group pada edisi Selasa 6 Februari lalu, bahwa Serikat Buruh sudah melakukan survei dan mengawasi 16 perusahaan di daerah.

BACA JUGA:Cara Menggunakan Google Maps Anti Tersasar! dari Fitur Live View hingga Peta Offline

Memastikan buruh musti menerima haknya, baik yang berdasarkan Surat Kementerian Ketenagakerjaan RI tentang pengupahan, maupun yang berdasarkan proses perjanjian antara perusahaan dengan pekerja.

Apabila ada perusahaan yang ketahuan tak memenuhi hak buruh, maka Andreas akan melaporkan masalah tersebut kepada Dewan Pengupahan Provinsi (Depeprov) Jawa Tengah agar dapat ditindaklanjuti.

"Beberapa perusahaan tak dapat memenuhi kebijakan UMK terbaru. Ada 16 pabrik dan perusahaan yang sedang kita survei dan pantau," beber Andreas dalam berita tersebut.

Sebagai informasi, bahwa besaran nominal Upah Minimum Kabupaten (UMK) di Wonosobo saat ini berada di angka Rp 2.159.175. Nominalnya bertambah dan efektif diberlakukan sejak tanggal 1 Februari 2024 lalu.

BACA JUGA:Nilai Spiritualitas Candi Borobudur Ditelisik Mahasiswa UMPW Purworejo

Kata Andreas, yang tidak mampu memenuhi ketentuan upah tersebut kebanyakan adalah tempat-tempat pengolahan bahan baku kayu, menjadi barang siap kirim ke perusahaan industri besar.

Hal itu diperkirakan juga menyangkut soal perizinan perusahaan dari pemerintah yang belum keluar atau memang sengaja tanpa mengurus izin berusaha. Akibatnya, sistem pengupahan karyawan dari pabrik kayu ini tidak bisa terpantau olehnya.

"Contoh, pabrik besar biasanya sebagai penerima barang jadi. Sementara proses pembuatannya di desa-desa dengan pabrik yang hanya beberapa karyawan. Padahal CV (Commanditaire Vennootschap) juga tidak, perusahaan juga tidak, ini kan jadi tidak termonitor," jelasnya.

Ia mengaku sempat menemui pekerja produksi kayu di suatu kecamatan yang gajinya tak menentu. Upah tak diberikan harian, melainkan berdasarkan kubikasi. Ditambah, mereka tak mendapatkan tunjangan kesehatan dan BPJS secara cuma-cuma.

BACA JUGA:Maju Pilgub Jateng, Sudaryono: Gerindra Masih Terbuka Lebar Koalisi

Kondisi itu membuat karyawan tak memiliki perlindungan yang pasti, terutama ihwal keselamatan pekerja. Mereka harus dipotong gajinya untuk biaya kesehatan, hingga pihak desa harus ikut campur tangan dalam urusan tersebut.

"Ada yang pendapatannya berdasarkan jumlah, terkadang sehari dapat Rp 100 ribu, terkadang tidak dapat sama sekali. Apalagi ada pemotongan untuk kesehatan dan BPJS, makanya banyak yang cari perlindungan tidak lewat pabrik tapi malah di desa," ujarnya.

Menurut Andreas, mustinya setiap perusahaan dapat memfasilitasi karyawannya tanpa memangkas gaji yang jauh dari nilai UMK. Akan tetapi fenomena itu banyak ditemuinya dan menjadi hal dilematis antara dua belah pihak yang bersangkutan.

BACA JUGA:Info Konser Magelang Nih! Ada GRI Fun and Fest 2024 di Alun-alun

"Inilah yang jadi dilema antara perusahaan dengan karyawan. Karena kalau di perusahaan kan dipotong sekian persen untuk kesehatan, tapi kalau lewatnya desa ada yang gratis sehingga banyak yang malah larinya ke desa padahal kan tanggung jawab perusahaan harusnya," tandasnya.

Andreas berkomitmen akan terus melakukan pengawasan terhadap perusahaan-perusahaan di Kabupaten Wonosobo. Ia menilai, hak dasar buruh tak melulu berkaitan dengan rupiah, namun jaminan perlindungan yang jelas. (mg7)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: