Pakar UGM: Pertanian Tak Akan Berjalan Tanpa Penyuluhan Yang Dikelola Serius

Pakar UGM: Pertanian Tak Akan Berjalan Tanpa Penyuluhan Yang Dikelola Serius

Sri Peni Wastutiningsih, perwakilan UGM saat hadiri Focus Group Discussion (FGD) yang diselenggarakan oleh KPPN dengan “Penyuluh Pertanian Mau Kemana di Hotel Aston Simatupang, Jakarta, pada Selasa (02/07/2024)--

JAKARTA, MAGELANGEKSPRES - Pakar dari Universitas Gadjah Mada (UGM) Sri Peni Wastutiningsih, menyoroti urgensi transformasi dalam penyuluhan pertanian sebagai kunci utama dalam membangun keberlanjutan sektor pertanian di Indonesia. Dalam pandangannya, pertanian tidak hanya sekadar sektor ekonomi, tetapi tulang punggung dari seluruh pembangunan nasional.

"pertanian tidak akan mungkin berjalan tanpa adanya penyuluhan dan negara tidak dapat berjalang tanpa pertanian," ungkap Sri Peni pada keterangan pers yang dirilis oleh Komisi Penyuluhan pertanian Nasional (KPPN) tertanggal 5 Juni 2024.

Untuk itu, Sri Peni menilai transformasi struktur penyuluhan sangat mendesak. Menurutnya, struktur kelembagaan BPP perlu ditingkatkan sehingga memiliki peran layaknya Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) di tingkat kecamatan.

"Balai Penyuluhan pertanian (BPP) idealnya bukanlah sekadar lembaga, melainkan harus menjadi pusat pengembangan terpadu untuk mewujudkan pertanian berkelanjutan,"terangnya.

Karena itu, Sri Peni juga mengangkat isu tentang keterbatasan anggaran yang memengaruhi kinerja para penyuluh yang tergabung dalam BPP. "Apakah realistis untuk satu BPP melayani beberapa kecamatan sekaligus?"

Peran BPP sebagai lembaga yang menjalankan tugas perencanaan pembangunan pertanian di tingkat kecamatan perlu dilanjutkan pembinaan kerja sama dengan para stakeholder.
 
"Kerja sama antar stakeholder menjadi krusial. Semua pihak harus menyadari peran mereka dalam mendorong pertanian ke arah yang lebih baik," lanjutnya.

Untuk itu, Sri Peni meminta adanya amandemen terhadap Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah. Kebijakan setiap pemerintah daerah bisa membuat standar yang berbeda dalam penyelenggaraan dan pengaturan posisi penyuluh pertanian.

“Negara kita tidak dapat lepas dari pertanian sehingga tidak tepat bila pertanian bukan ditempatkan sebagai urusan wajib,” tegasnya.

Pakar UGM ini juga menyoroti pentingnya pemetaan program studi di perguruan tinggi yang mendukung kebutuhan wilayah.

"Perguruan tinggi harus memiliki tanggung jawab yang jelas dalam mendukung pertanian sesuai dengan kebutuhan lokal," katanya.

Terkait dengan penelitian dan pengembangan inovasi pertanian, Sri Peni menegaskan perlunya perubahan dalam aturan terkait penelitian pertanian untuk memastikan efisiensi penggunaan sumber daya dan infrastruktur. Saat ini, para peneliti yang tadinya bertugas di Kementerian pertanian (Kementan) berpindah ke Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN). Perpers No. 78/2021 tentang BRIN tidak memungkinkan peneliti di Kementan.

Dia berharap pemerintahan Prabowo Subianto – Gibran Rakabuming Raka bisa mengamandemen perpres tersebut.

“Penelitian pertanian jika ditarik ke Kementan, akan lebih sesuai dengan kebutuhan,” pungkasnya.

Sri Peni Wastutiningsih menjadi perwakilan UGM pada kegiatan Focus Group Discussion (FGD) yang diselenggarakan oleh KPPN dengan “Penyuluh pertanian Mau Kemana?”. Pada kegiatan yang berlangsung di Hotel Aston Simatupang, Jakarta, pada Selasa (02/07/2024) lalu tersebut, turut hadir perwakilan pakar penyuluhan dari berbagai pergurunan tinggi dan perwakilan dari organisasi petani, seperti Kontak Tani Nelayan Andalan (KTNA) dan Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI). (*)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: