Tawakkal yang Benar : Menyadarkan Hati pada Allah dan Berusaha Maksimal

Tawakkal yang Benar : Menyadarkan Hati pada Allah dan Berusaha Maksimal

Tawakkal yang Benar : Menyadarkan Hati pada Allah dan Berusaha Maksimal--

BACA JUGA:Seri Berbuat Baik #7, Menyambung Kekerabatan Sebenarnya Menyambung Hubungan dengan Allah

Hadits ini bukanlah dalil untuk duduk-duduk santai untuk memperoleh rizki tanpa diikuti dengan melakukan usaha. Namun hadits ini merupakan dalil yang memerintahkan untuk mencari rizki karena burung tersebut pergi di pagi hari untuk mencari rizki.

Jadi, yang dimaksudkan dengan hadits ini –wallahu a’lam-: Seandainya mereka bertawakkal pada Allah Ta’ala dengan pergi dan melakukan segala aktivitas dalam mengais rizki, kemudian melihat bahwa setiap kebaikan berada di tangan-Nya dan dari sisi-Nya, maka mereka akan memperoleh rizki tersebut sebagaimana burung yang pergi pagi hari dalam keadaan lapar, kemudian kembali dalam keadaan kenyang.

Namun ingatlah bahwa mereka tidak hanya bersandar pada kekuatan, tubuh, dan usaha mereka saja, atau bahkan mendustakan yang telah ditakdirkan baginya. Karena ini semua adanya yang menyelisihi tawakkal.”

Imam Ahmad pernah ditanya mengenai seorang yang kerjaannya hanya duduk di rumah atau di masjid. Orang yang duduk-duduk tersebut pernah berkata, ”Aku tidak mengerjakan apa-apa. Rizkiku pasti  akan datang sendiri.” Imam Ahmad lantas mengatakan, ”Orang ini sungguh bodoh. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam sendiri telah bersabda,

إِنَّ اللَّه جَعَلَ رِزْقِي تَحْت ظِلّ رُمْحِي

”Allah menjadikan rizkiku di bawah bayangan tombakku.”

BACA JUGA:Amalan yang Paling Dicintai Allah, Berbakti pada Kedua Orang Tua baru Berjihad di Jalan Allah

Dan beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda, “Seandainya kalian betul-betul bertawakkal pada Allah, sungguh Allah akan memberikan kalian rizki sebagaimana burung mendapatkan rizki. Burung tersebut pergi pada pagi hari dalam keadaan lapar dan kembali sore harinya dalam keadaan kenyang”. Disebutkan dalam hadits ini bahwa burung tersebut pergi pada waktu pagi dan kembali pada waktu sore dalam rangka mencari rizki. Para sahabat pun berdagang. Mereka pun mengolah kurma. Yang patut dijadikan qudwah (teladan) adalah mereka (yaitu para sahabat).

Allah subhanahu wa ta’ala dalam beberapa ayat juga menyuruh kita agar tidak meninggalkan usaha sebagaimana firman-Nya,

وَأَعِدُّوا لَهُمْ مَا اسْتَطَعْتُمْ مِنْ قُوَّةٍ وَمِنْ رِبَاطِ الْخَيْلِ

”Dan siapkanlah untuk menghadapi mereka kekuatan apa saja yang kamu sanggupi dan dari kuda-kuda yang ditambat untuk berperang.” (QS. Al Anfaal: 60).

Juga firman-Nya,

فَإِذَا قُضِيَتِ الصَّلَاةُ فَانْتَشِرُوا فِي الْأَرْضِ وَابْتَغُوا مِنْ فَضْلِ اللَّهِ

“Apabila telah ditunaikan shalat, maka bertebaranlah kamu di muka bumi; dan carilah karunia Allah.” (QS. Al Jumu’ah: 10). Dalam ayat-ayat ini terlihat jelas bahwa kita dituntut untuk melakukan usaha.

BACA JUGA:Sifat Tercela yang Dibenci Allah, Apa Beda Pamer, Riya', Ujub dan Sombong?

Semoga Allah Ta'ala memberikan taufik dan hidayah sehingga kita senantiasa dalam ketaatan dengan mengerjakan perintahNya dan menjauhi laranganNya. (*)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: