Bocor ke Publik Anggaran Retreat Kepala Daerah di Magelang Memakan Biaya Rp22 M

Bocor ke Publik Anggaran Retreat Kepala Daerah di Magelang Memakan Biaya Rp22 M

RETREAT. Presiden RI Prabowo Subianto memimpin retreat Kabinet Merah Putih di Akmil Magelang, Oktober 2024 lalu.-IST-MAGELANG EKSPRES

MAGELANG, MAGELANGEKSPRES.ID - Biaya retreat 505 kepala daerah di Borobudur International Golf (BIG) kompleks Akademi Militer Magelang bocor ke publik.

Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) akan mengeluarkan anggaran fantastis senilai Rp22,2 miliar untuk acara orientasi itu sehingga mendapat protes dari publik.

Kementerian Dalam Negeri diwajibkan untuk menanggung biaya penyelenggaraan kegiatan.

BACA JUGA:Walikota Terpilih Damar Prasetyono Sudah Berkemas untuk Mengikuti Retreat di Magelang

Sementara itu, biaya akomodasi, konsumsi, transportasi, dan perlengkapan yang diperlukan selama pembekalan akan ditanggung oleh kepala daerah dan wakil kepala daerah.

Menurut surat edaran yang lebih dulu tersebar di media sosial itu, biaya yang harus ditanggung oleh kepala daerah adalah sebesar Rp 2.750.000 per hari.

Dengan durasi 8 hari, total biaya yang harus dikeluarkan selama retreat di Akmil, Magelang, mencapai Rp 22 juta per orang.

BACA JUGA:Ini Alasan 40 Kepala Daerah Bakal Absen Retreat di Akmil Magelang

Dengan jumlah peserta kepala daerah yang mencapai 505 orang dari 505 daerah, total biaya yang dikeluarkan diperkirakan sekitar Rp 11,1 miliar.

Namun, apabila wakil kepala daerah juga diharuskan untuk berpartisipasi dalam retret tersebut, maka anggaran yang perlu dialokasikan akan mencapai minimal Rp 22,2 miliar.

Jumlah yang dikeluarkan dapat meningkat karena kepala dan wakil kepala daerah memiliki kemungkinan untuk mengundang ajudan serta tim mereka untuk berpartisipasi dalam kegiatan tersebut.

BACA JUGA:Ada Retreat 505 Kepala Daerah, PHRI Kota Magelang Tak Prediksi Muluk-muluk

Peneliti dari Forum Indonesia Transparansi Anggaran (Fitra), Gunardi Ridwan, menyebut meskipun tujuan retreat kepala daerah dapat dianggap positif dalam konteks sinkronisasi program antara pusat dan daerah, namun terdapat masalah pada model pelaksanaannya yang dinilai tidak efisien.

"Kami menilai bahwa kegiatan ini tidak hanya tidak efisien dari segi anggaran, tetapi juga menghabiskan waktu. Terlebih lagi, kepala daerah seharusnya dapat fokus pada pengelolaan daerahnya setelah dilantik. Namun, pemerintah pusat tampaknya tidak memberikan contoh yang baik bagi daerah. Hal ini berpotensi menimbulkan konflik antara berbagai tingkat pemerintahan," ungkap Gunardi.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: magelang ekspres