MAGELANGEKSPRES -- Filosofi Jenang 7 Rupa dalam tradisi masyarakat adat Jawa Mitoni.
Masyarakat adat Jawa memiliki latar kehidupan yang terikat pada sisi kebudayaan. Keterhubungan masyarakat Jawa pada aspek budaya dapat diamati melalui berbagai hal.
Seperti sisi kulinernya yang tak terlepas dari tradisi budaya Jawa. Salah satunya adalah Jenang 7 Rupa yang menjadi hidangan khas masyarakat suku Jawa.
Jenang 7 Rupa pada hakikatnya menjadi makanan tradisional yang keberadaannya dapat ditemui pada perayaan tertentu.
BACA JUGA:Fakta Unik Es Pleret dan Resepnya yang Cocok Jadi Minuman Pelepas Dahaga Dikala Cuaca Terik !
Seperti tradisi Mitoni yang menjadi prosesi adat Jawa yang menggunakan Jenang 7 Rupa sebagai salah satu simboliasi dari kegiatan upacara ini.
Jenang 7 Rupa sendiri merupakan olahan makanan tradisional adat Jawa yang terdiri dari 7 jenis bubur manis dengan kuah santan serta saus gula merah sebagai pelengkapnya.
Jenangan ini terdiri dari bubur sumsum, bubur kacang hijau, bubur ketan hitam, bubur candil, bubur tela, bubur mutiara, serta bubur jewawut.
Keberadaan 7 jenis jenang atau bubur ini nyatanya memiliki filosofi tersendiri sehingga makanan tradisional khas masyarakat Jawa ini menjadi suguhan yang begitu spesial.
Berdasarkan kutipan dari Jurnal Digikom: Ilmu Komunikasi. Jenang 7 Rupa dalam adat Mitoni memiliki pemaknaan pada masing-masing jenis buburnya.
Berikut makna Jenang 7 Rupa dalam tradisi Mitoni di Dusun Dukuh Watu Penganten, Desa Cabean Kunti, Kecamatan Cepogo, Kabupaten Boyolali, Jawa Tengah.
BACA JUGA:Asal Usul Dibalik Manisnya Kue Wingko Babat dan Resep Cara Membuatnya
1. Jenang Baning
Jenang Baning merupakan hidangan makanan tradisiona Jawa itu sendiri yang diberi kuah gula merah. Sepintas Jenang Baning serupa dengan Bubur Sumsum yang selama ini kita kenal.
Jenang Baning menjadi simbolisasi dari pertemuan antara sel sperma dengan sel telur yang menjadi awal mula dari terbentuknya janin manusia.