MAGELANG, MAGELANGEKSPRES -- Dalam rangka 'Sadranan Merti Desa Trunan Tidar Selatan', diadakan acara malam Tasyakuran untuk menjaga kelestarian budaya Jawa pada Sabtu, 2 Maret 2024 malam.
Pasalnya, Kegiatan ini telah diadakan selama bertahun-tahun di Kampung Trunan, Magelang, dan bukan kali pertama.
Hal ini dikarenakan karena telah menjadi tradisi masyarakat yang melekat menjelang bulan Ramadhan atau puasa.
Di mana sadranan atau merti desa diadakan sebagai ajang meminta permohonan kepada Allah SWT.
Kegiatan ini juga dilakukan untuk menghormati arwah para leluhur dan keluarga yang telah dipanggil lebih dahulu, terutama di Kampung Trunan.
BACA JUGA:Lirik Sholawat Wali Songo Arab dan Latin yang Sering Didengar Pujian di Masjid dan Mushala
Pemrakarsa acara, Muh Haryadi mengatakan, acara ini sangat positif untuk berdoa menyambut bulan suci dan mempererat silaturahmi antar masyarakat kampung.
"Malam ini itu Tasyakuran. Sadranannya sudah dilaksanakan di tanggal 25 Februari kemarin di masjid," jelas Haryadi kepada Magelang Ekspres.
"Pas acara itu, biasanya naik ke Gunung Tidar. Namun kondisi dan situasi saat itu tidak mendukung karena abis pemilu, lebih baik tunggu aman kembali," tambah legislator DPRD Kota Magelang itu.
Malam Tasyakuran ini, kaya Haryadi, masyarakat harus turut andil melestarikan budaya Jawa.
Untuk senantiasa berdoa dan mengenang perjuangan leluhur-leluhur yang telah dipanggil lebih dulu sebelum menghadapi bulan Ramadhan.
BACA JUGA:Menjadi Sorotan! Mahasiswi Kembar Yuana dan Yuani di Wisuda ke-66 Untidar Mempunyai Segala Kemiripan
Di samping itu, sebagai masyarakat yang memiliki kebudayaan, acara ini akan dihiasi dengan pagelaran wayang kulit, dagelan, dan karawitan.
"Kita dibantu teman-teman dari Yogyakarta. Hal ini penting, memperkenalkan kesenian Jawa sedari dini dan tidak boleh punah," tegasnya.
Lebih lanjut, menurut Anggota Komisi C DPRD Kota ini, wayang sendiri memiliki banyak filosofinya.