BACA JUGA:Jaga Kelestarian, Warga Punthuk Setumbu Magelang Gelar Tradisi Sedekah Bumi
“Sedangkan faktor eksternal terkait keaktifan untuk mengikuti kegiatan yang diselenggarakan oleh pihak di luar DMD MLKI,” katanya.
Pemerintah sebagai pengampu aturan dan kebijakan negeri, lanjutnya, tidak boleh tinggal diam.
“Tidak boleh pasif menunggu kelompok-kelompok penghayat berteriak,” imbuhnya.
BACA JUGA:HIPMI Kabupaten Magelang Rayakan Ulang Tahun Pertama, Komitmen Kontribusi Pembangunan Daerah
Pemerintah, kata dia, harus proaktif memastikan segala kebutuhan kelompok penghayat setara dengan kelompok agama.
Pria yang akrab Prabu ini menyebut, mayoritas penghayat Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa di Kabupaten Magelang masih ragu untuk merevisi kolom kepercayaan pada Kartu Tanda Penduduk (KTP).
“Kolom agama di KTP bagi penghayat kepercayaan sering kali dibiarkan kosong, diberi tanda strip atau bahkan ditulis dengan agama yang tidak mereka anut,” ucapnya.
BACA JUGA:Kunjungan Candi Borobudur Diprediksi Naik 6 Persen Meskipun Tidak Ada Event Hiburan Nataru
Padahal, Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 97 Tahun 2016 telah memberikan pengakuan terhadap keberadaan penganut kepercayaan leluhur tersebut.
Ketakutan dan kurangnya pemahaman atas regulasi menjadi faktor utama.
“Misalnya dulu kolom agama di KTP saya ditulis strip. Setelah ada putusan MK, seharusnya data ini tinggal direvisi menjadi penghayat kepercayaan. Namun, teman-teman masih khawatir untuk melakukannya,” ujar Prabu.