3 Tingkatan dalam Interaksi dengan Al Qur’an, Yang Paling Utama Tingkatan Amal

Minggu 09-03-2025,07:00 WIB
Reporter : Abu Hammam
Editor : Suroso

Adapun kabar-kabar itu, cara menyikapinya adalah dengan beriman atau tidak. Kalau kita mengimani kita dapat pahala, sebaliknya kalau kita tidak mengimani, kita mendustakan, maka kita berdosa.

{ قَدْ خَسِرَ ٱلَّذِينَ كَذَّبُوا۟ بِلِقَآءِ ٱللهِ }

"Telah merugi orang-orang yang mendustakan perjumpaan dengan Allah Subhanahu wa Ta'ala."

Allah menjelaskan dalam berbagai ayat, juga Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam dalam berbagai hadits, bahwasanya kita akan berjumpa dengan Allah Subhanahu wa Ta'ala di akhirat, maka kita wajib untuk mengimani perjumpaan dengan Allah Subhanahu wa Ta'ala. Dan kalau sampai kita mendustakan perjumpaan itu, kita mengatakan, "Saya tidak percaya bahwasanya kita akan berjumpa dengan Allah," naudzubillahi min dzalik.

Maka berarti kita kena ayat tadi.

{ ... قَدْ خَسِرَ الَّذِينَ كَذَّبُوا بِلِقَاءِ ٱللهِ وَمَا كَانُوا مُهْتَدِينَ ۞ }

"Sungguh telah merugi orang-orang yang mendustakan perjumpaan dengan Allah, dan mereka bukanlah orang-orang yang mendapatkan petunjuk." (QS. Yunus: 45)

Jadi dia tidak bisa beramal dengan amalan yang benar ketika mendengar kabar-kabar tersebut, dan itu bukan lewat begitu saja, tapi ada hisabnya di hadapan Allah Subhanahu wa Ta'ala. Dia akan mempertanggungjawabkan dosanya.

BACA JUGA:Jangan Khawatir! 8 Jalan Rezeki Manusia Sejak Lahir hingga Mati Sudah Diatur dalam Al Qur’an

Kenapa anda mendustakan perjumpaan dengan Allah, yang jelas-jelas disebutkan dalam berbagai ayat? Kenapa anda mendustakan tanda-tanda hari kiamat? Kenapa anda tidak percaya dengan kisah-kisah yang disebutkan dalam Al-Quran? Itu semuanya ada pertanggungjawabannya, karena memang Al-Qur'an diturunkan untuk diamalkan.

Al-Hasan al-Bashri rahimahullahu Ta'ala mengatakan,

أُنْزِلَ الْقُرْآنُ لِيُؤْمَنَّ بِهِ فَالتَّخَذَ النَّاسُ تِلَاوَتَهُ عَمَلًا

"Al-Qur'an itu diturunkan untuk diamalkan, tapi ada banyak orang yang menjadikan tilawah sebagai amal."

Coba perhatikan perkataan Al-Hasan Al-Bashri sekali lagi. Al-Qur'an diturunkan untuk diamalkan, tapi orang-orang justru menjadikan bacaan Al-Qur'an sebagai amal.

Tentunya kita mengetahui bahwasanya membaca Al-Qur'an adalah sebuah amal saleh, para ulama sepakat akan hal itu. Tidak ada yang meragukan bahwasanya tilawah Al-Qur'an, membaca Al-Qur'an adalah sebuah amal saleh yang berpahala besar di sisi Allah Subhanahu wa Ta'ala. Tapi di sini, Al-Hasan Al-Bashri tidak sedang membahas itu; beliau mengkritik orang-orang yang lebih fokus dengan tilawah Al-Qur'an, tapi tidak peduli dengan mengamalkan Al-Qur'an.

Ada sebagian orang yang masyaaAllah, bacaan Al-Qur'annya banyak, khatamnya sering, tapi dia tidak memahami Al-Qur'an dan juga tidak mengamalkan hukum-hukum Al-Qur'an di dalamnya. Dan Al-Qur'an ini mencakup Al-Qur'an itu sendiri juga hukum-hukum yang dijelaskan oleh Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam. Semuanya satu, Al-Qur'an dan Al-Hadits.

Maka ada orang-orang yang lebih fokus pada bacaan Al-Qur'an, tapi dia tidak peduli dengan amalan-amalan Al-Qur'an. Ada banyak hukum-hukum Allah yang tidak dia amalkan, ada banyak hukum-hukum Allah yang dia langgar, juga kabar-kabar dari Allah tidak dia imani, tidak dia percayai. Nah, beliau merasa aneh dengan orang-orang seperti itu.

Al-Qur'an itu diturunkan untuk diamalkan, seharusnya fokus kita kepada mengamalkan Al-Qur'an. Tapi orang-orang justru menjadikan bacaan Al-Qur'an sebagai amalnya. Fokusnya membaca, khatam, membaca, khatam, tapi kurang tadabur dan juga tidak mengamalkan Al-Qur'an.

Itu adalah kritik dari Al-Hasan al- Bashri untuk orang-orang yang ada pada zaman beliau. Di zaman beliau sudah, apalagi di zaman kita. (*)

Kategori :