MAGELANGEKSPRES.ID - Di banyak daerah Indonesia, asap kerap muncul sebagai tamu tak diundang, menyelimuti langit dan membuat napas terasa berat.
Kebakaran hutan sering dibahas melalui angka, padahal hutan lebih dari sekadar hamparan hijau di peta.
Hutan merupakan ruang liar yang membentuk cara manusia memahami kehidupan.
BACA JUGA:SMAN 1 Purworejo Siapkan Siswa Lebih Dini untuk FLS2N 2026 Lewat Workshop Seni dan Sastra
Greg Garrard menyebut konsep ini sebagai wilderness, yakni alam liar yang berdiri otonom, menjadi ruang spiritual sekaligus ruang etika.
Namun ekspansi industri dan praktik eksploitasi membuat jejak wilderness perlahan memudar.
Sastra kemudian hadir sebagai medium yang jernih dalam menegur keadaan tersebut.
Dua penyair lintas generasi, D. Zawawi Imron dan Rini Intama, menempatkan hutan sebagai pusat suara batin dalam karya mereka.
Puisi Hutan karya Zawawi Imron dan Hutan yang Terluka karya Rini Intama menyajikan dua wajah hutan: dari ruang kontemplasi hingga ruang yang menyimpan duka ekologis.
Dalam puisi Zawawi, hutan tampil sakral dan penuh daya.
“Lagumu gemuruh / menampilkan berpuluh elang berpuluh banteng,” tulisnya.
Imaji ini menampilkan hutan sebagai dunia yang hidup dan kuat.
Gemuruh digambarkan sebagai denyut kekuatan alam.
BACA JUGA:Sukses Baca Puisi, Sarah Aliya Raih Juara 2 di Gebyar Literasi Tingkat Karesidenan Kedu