HKTI Desak Pola Pertanian Ramah Lingkungan

HKTI Desak Pola Pertanian Ramah Lingkungan

MAGELANGEKSPRES.COM,WONOSOBO- Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI) Kabupaten Wonosobo mendesak kepada pemerintah untuk segera mencari jalan keluar yang kongkret membantu petani. Pasalnya harga pertanian terjun bebas di tengah pandemi covid-19, sektor pertanian akan semakin terpuruk. “Apa yang terjadi di lapangan saat ini dan beberapa bulan lalu. Petani terpuruk. Harga jual di tingkat petani jauh di bawah HPP. Ditambah kelangkaan pupuk subsidi, padahal mereka butuhkan untuk masa tanam tahun ini,” ungkap Ketua HKTI Wonosobo Agus Wibowo kemarin. Menurutnya, anjloknya harga sayur mayur di tingkat petani menjadikan kondisi semakin sulit, apalagi di tengah pandemi covid 19. Sebab banyak yang harus mereka tanggung, hutang bank dan juga saprotan dan saprodi yang tergantung pada merek pabrikasi yang harganya mahal. “Saat ini, ketergantungan obat-obatan parbik sudah cukup parah, bahkan tanpa obat kimia itu hama penyakit tanaman sudah tidak mempan lagi bila dilakukan pengobatan dengan cara organik,” ucapnya. Pada akhirnya semua saling ketergantungan dan bumi menjadi penat dan bebal terhadap produktivitas dan kualitas hasilnya. Petani semakin menjerit namun tidak terdengar suaranya. Misalnya di Kabupaten Temanggung, tembakau anjlok tanaman dibabat habis. Di Wonosobo harga sayuran anjlok sehingga tidak dipanen dan dibiarkan di lahan sampai busuk. Baca juga Kasus Meningkat, Perketat Operasi Masker “Harus ada jaminan harga terhadap petani, sembari secara  serius memikirkan cara praktis untuk  membantu petani agar maju. Kita tidak harus selalu berkiblat pada kemajuan teknologi pertanian negara maju yang belum tentu cocok diterapkan di sini,” katanya. Pihaknya juga menyarankan agar kembali menggali teknologi pertanian nenek moyang yang sudah ditinggalkan. Pasalnya  pertanian berkelanjutan yang diterapkan dulu merupakan sebuah sistem sangat memperhatikan aspek pelestarian lingkungan. “Pola pola lama ini perlu kita kaji ulang kembali agar bumi kita terjaga, bukan terus menerus dieksploitasi dengan kimiawi, tuntutan kenaikan produktivitas, dan kualitas bisa dicapai manakala kita mau merestart ulang pola pola yang sudah tidak  berpihak pada alam,” tandasnya. Agus menegaskan, petani bukanlah profesi rendah dan selalu dicap miskin. Dunia pertanian jangan dilihat sebelah mata, generasi muda atau generasi milenial perlu terus diajak untuk mencintai dunia pertanian. Karena sesungguhnya sumber pangan hari ini dan masa depan tergantung dari keringat para petani. Terpisah, Kabid Hortikulutra Dispaperkan Wonosobo, Sidik Widagdo membenarkan, harga sejumlah komoditas hortikultura di kabupaten pegunungan ini mengalami penurunan harga yang cukup signifikan. “Semua merasakan dampak covid 19, terutama produk horti, seperti kol dan sawi, sangat rendah hargnya Rp1000  per kg. Sedangkan cabai besar  Rp15 ribu dan cabe rawit Rp12 ribu per kilogram,” katanya. Menurutnya, berbagai upaya telah dilakukan Dispaperkan agar petani memiliki daya tahan di tengah pandemi covid 19. Diantaranya memberikan bantuan benih sayur- sayuran, benih padi, jagung dan juga  peralatan pertanian. “Disamping  itu juga pupuk untuk petani tembakau dan  mendorong petani untuk terus beraktivitas,” pungkasnya. (gus)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: