Naik Turun Tanpa Vaksin
![Naik Turun Tanpa Vaksin](https://magelangekspres.disway.id/upload/2020/05/12052020-Uji_Coba_Penelitian_Herbal_untuk_Penyembuhan_Covid-19_5.jpg)
MAGELANGEKSPRES.COM,JAKARTA - Grafik peningkatan dan penurunan angka paparan Virus Corona (Covid-19) terus mengalami perubahan yang signifikan. Dari data yang diterima Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19, jumlah penambahan kasus sembuh Covid-19 menjadi 3.063 setelah ada penambahan sebanyak 182 orang. Kondisi ini karena belum adanya vaksin yang ditemukan, termasuk tinggak disiplin yang rendah khususnya daerah yang telah ditetapkan sebagai wilayah berstatus Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB). ”Kasus sembuh meningkat 182 orang menjadi 3.063 orang,” ungkap Juru Bicara Pemerintah untuk Covid-19 Achmad Yurianto dalam keterangan resmi di Media Center Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19, Graha Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Jakarta, Selasa (12/5). Kemudian untuk sebaran kasus sembuh dari 34 Provinsi di Tanah Air, DKI Jakarta masih menjadi wilayah dengan sebaran pasien sembuh terbanyak yakni 924, disusul Sulawesi Selatan 283, Jawa Timur sebanyak 258, Jawa Tengah 229, Bali 215, Jawa Barat 213, dan wilayah lain di Indonesia sehingga total mencapai 3.063 orang. Kriteria pasien sembuh yang diakumulasikan tersebut adalah berdasarkan hasil uji laboratorium selama dua kali dan ketika pasien tidak ada lagi keluhan klinis. Di sisi lain, jumlah kasus terkonfirmasi positif menjadi 14.749 setelah ada penambahan sebanyak 484 orang. Sedangkan jumlah kasus meninggal yang disebabkan Covid-19 bertambah menjadi 1.007 setelah ada penambagan sebanyak 16 orang. Dalam hal ini, ada faktor penyakit penyerta atau komorbiditas hipertensi, diabetes, jantung dan penyakit paru-paru, yang memperburuk kondisi pasien hingga meninggal dunia. Selanjutnya Gugus Tugas merincikan data positif Covid-19 di Indonesia yaitu di Provinsi Aceh 17 kasus, Bali 328 kasus, Banten 559 kasus, Bangka Belitung 29 kasus, Bengkulu 40 kasus, Jogjakarta 169 kasus, DKI Jakarta 5.375 kasus. Selanjutnya di Jambi 65 kasus, Jawa Barat 1.545 kasus, Jawa Tengah 989 kasus, Jawa Timur 1.669 kasus, Kalimantan Barat 123 kasus, Kalimantan Timur 228 kasus, Kalimantan Tengah 204 kasus, Kalimantan Selatan 277 kasus, dan Kalimantan Utara 132 kasus. Kemudian di Kepulauan Riau 106 kasus, Nusa Tenggara Barat 339 kasus, Sumatera Selatan 279 kasus, Sumatera Barat 319 kasus, Sulawesi Utara 74 kasus, Sumatera Utara 198 kasus, dan Sulawesi Tenggara 76 kasus. Adapun di Sulawesi Selatan 747 kasus, Sulawesi Tengah 95 kasus, Lampung 66 kasus, Riau 81 kasus, Maluku Utara 54 kasus, Maluku 50 kasus, Papua Barat 70 kasus, Papua 322 kasus, Sulawesi Barat 68 kasus, Nusa Tenggara Timur 16 kasus, Gorontalo 19 kasus dan dalam proses verifikasi lapangan 21 kasus. Akumulasi data tersebut diambil dari hasil uji spesimen sebanyak 165.128 yang dilakukan menggunakan metode Polymerase Chain Reaction (PCR) di 57 laboratorium dan Test Cepat Melokuler (TCM) di 3 laboratorium Wisma Atlet. Sebanyak 119.728 kasus spesimen yang diperiksa didapatkan data 14.749 positif dan 104.979 negatif. ”Kemudian untuk jumlah orang dalam pemantauan (ODP) menjadi 251.861 orang dan pasien dalam pengawasan (PDP) menjadi 32.147 orang. Data tersebut diambil dari 34 provinsi dan 376 kabupaten/kota di Tanah Air,” terang Yuri. Ketua Tim Pakar Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Wiku Adisasmita menambahkan, bahwa Pemerintah Indonesia bahkan dunia, hingga saat ini belum dapat menjawab mengenai pertanyaan kapan pandemi Covid-19 akan berakhir. Karena memang belum ditemukan vaksin untuk mengobati Covid-19. Kendati demikian, beberapa ahli dan pakar dunia tengah berlomba untuk menemukan ramuan yang tepat untuk mengobati virus SARS-CoV-2 yang utamanya menyerang paru-paru manusia tersebut. ”Seluruh dunia juga tidak tahu, karena virus ini, untuk vaksinnya belum ditemukan. Jadi, maka dari itu, sampai dengan vaksin belum ditemukan, kita harus bisa selalu berhadapan dengan virus ini,” ungkap Wiku dalam dialog di Media Center Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19, Graha BNPB. Penerapan PSBB tersebut berlaku bagi seluruh kalangan namun ada pengecualian. Dalam peraturan PSBB telah disebutkan bahwa mereka yang diizinkan keluar batas wilayah tertentu adalah bagi yang mengantongi surat izin dinas dari atasan. Selain itu juga bagi mereka yang sedang ditimpa kemalangan, pun harus menyertakan beberapa dokumen yang disyaratkan. ”Keadaan seperti itu harus dipahami bersama-sama bahwa pada akhirnya masyarakat Indonesia harus bisa berdaptasi dengan keadaan yang baru. Di mana ada beberapa hal baru yang harus ditegakkan di tengah rutinitas yang selama ini dikerjakan,” terangnya. Dalam kesempatan yang sama Tim Pakar Ekonomi Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19, Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, Dr. Beta Yulianita Gitaharie mengatakan bahwa menyelamatkan nyawa dan menekan angka pertumbuhan penularan Covid-19 menjadi penting. Akan tetapi kegiatan kehidupan ekonomi dan sosial masyarakat juga harus tetap berjalan. ”Memang kalau kita amati, Covid-19 ini telah membawa pengaruh juga perubahan terhadap sendi-sendi kehidupan ekonomi dan masyarakat,” ungkap Beta. Beta melihat bahwa hal itu tentunya juga memperburuk keadaan suatu kehidupan ekonomi masyarakat apabila hanya berpaku pada pengendalian kesehatan saja. Dua hal antara kesehatan dan ekonomi masyarakat harus berimbang. Mengutip data Kementerian Ketenagakerjaan per tanggal 20 April 2020, sedikitnya ada 2 juta pekerja yang terkena Pemutusan Hubungan Kerja (PHK). Sebanyak 62 persen ada di sektor formal dan sisanya yakni 26 persen berada di sektor informal dan UMKM. Hal itu kemudian semakin buruk ketika angka menjadi 6 juta pekerja yang di-PHK oleh perusahaannya karena imbas pandemi Covid-19 dalam satu bulan terakhir ini. Dari data tersebut, Beta mengemukakan bahwa masyarakat harus tetap dapat melakukan aktivitasnya dalam menggerakkan roda perekonomian di tengah pandemi COVID-19 ini. Tentu solusinya adalah dengan tetap menerapkan disiplin New Normal sebagai fase yang sudah mulai dijalani oleh masyarakat sekarang ini. ”Masyarakat masih tetap bisa melakukan aktifitas, gitu ya. Tetap melakukan aktifitas dengan tadi seperti yang Pak Wiku sampaikan, juga tetap disiplin dalam memperhatikan atau melakukan protokol pencegahan Covid-19,” jelas Beta. Beta juga menyoroti data Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19, yang menyebutkan bahwa resiko kematian pasien usia 60 tahun ke atas itu mencapai 45%. Data tersebut kemudian diikuti kelompok usia 46-59 tahun dengan resiko kematian 40%. Selain itu, data Gugus Tugas juga meyatakan bahwa ada faktor penyakit penyerta atau komorbiditas hipertensi, diabetes, jantung dan penyakit paru-paru, yang memperburuk kondisi pasien hingga meninggal dunia. Artinya usia di bawah 45 tahun menjadi lebih stabil dan aman apabila dibanding dengan mereka yang menginjak usia di atasnya. Kemudian kasus kematian COVID-19 sudah jelas dipengaruhi faktor komobiditas. Lebih lanjut, ketika menengok data Badan Pusat Statistik (BPS), Beta menemukan fakta bahwa sebanyak 130 jiwa dengan usia produktif di bawah 45 tahun menyumbang kontribusi yang tinggi terhadap perekonomian. (ful)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: