Pecinan Muntilan dari Masa Ke Masa

Pecinan Muntilan dari Masa Ke Masa

MAGELANGEKSPRES.COM,MAGELANG - Meriah perayaan Cap Go Meh atau hari ke lima belas setelah Imlek, tidak lepas dari sejarah panjang etnis Tiong Hoa yang masuk ke Nusantara. Di Kabupaten Magelang sendiri, kepingan sejarah tersebut masih dapat disaksikan melalui keberadaan Pecinan, khususnya Pecinan Muntilan. Dimana Pecinan atau kampung etnis Tiong Hoa adalah bentukan Belanda yang melokalisir etnis tersebut pasca pemberontakan Tiong Hoa di Batavia pada tahun 1740 hingga 1743 yang meluas hingga pantai utara Jawa. \"Kemudian etnis Tiong Hoa dilokalisir oleh Belanda, boleh memilih tempat yang strategis dimanapun, dan difasilitasi oleh Belanda. Namun bila ingin keluar masuk kampung harus wajib lapor kepada Belanda pemerintah kala itu,\" ucap Tokoh Tiong Hoa Muntilan, Harto Juwono, belatar belakang Doktor Sejarah alumni Universitas Indonesia. Pecinan Muntilan muncul saat perang Diponegoro, dimana Belanda berusaha mematahkan perang gerilya pasukan Pangeran Diponegoro, dengan siasat Benteng stelsel, pada tahun 1828 di Sleko ada kampung benteng. Saat pembangunan benteng sudah disebutkan nama komunitas Tiong Hoa di Muntilan. \"Pemasok kosumsi dan akomodasi ke Benteng Stelsel milik Belanda tersebut adalah sebagian komunitas Pecinan,\" papar Harto Juwono. Baca Juga Razia Gabungan, 53 Kendaraan Terkena Tilang Seiring perkembangannya, Pecinan Muntilan kemudian semakin melengkapi diri dengan beragam jasa dan tempat usaha, mulai dari Taksi Muntilan-Talun, ada pula yang jurusan ke Blabak. Termasuk terdapat tempat judi, yang sekarang menjadi Apotik Tri Ningsih di Pecinan Muntilan, yang juga merupakan tempat societeite atau lokasi orang Belanda bersosialita. \"Kala itu taksi masih berwujud kendaraan Oplet, yang beroperasi mulai 1920 sampai 1949. Tempat judi tersebut berada di depan Kantor Kawedanab Muntilan, agar bila terjadi kerusuhan aparat lebih cepat melakukan penanganan,\" terang Harto Juwono. Kendati pasa masa lampau Pecinan Muntilan mengalami masa keemasan, namun saat ini keramaian perdagangan di Pecinan Muntilan mulai berkurang, akibat bergesernya dinamika budaya. Menurut Harto Juwono, hal tersebut salah satunya dipengaruhi dari sistem pendidikan, dimana kurikulum sekolah China dan sekolah Belanda kala itu menerapkan sistem yang berbeda. Dimana di sekolah Tiong Hoa terdapat materi pelajaran berdagang. \"Dulu di sekolah Tiong Hoa Hwee Koan (THHK), diajari bagaimana cara menjadi pedagang. Namun Belanda juga membuat sekolah untuk warga Tiong Hoa, Hollandsch Chinneese School sekarang menjadi SD Yoseph. Dimana kurikulumnya siswa dipersiapkan menjadi profesional atau pegawai kantoran bukan berdagang,\" ungkap Harto Juwono. Akibatnya budaya berdagang untuk kaum muda di Pecinan lambat laun berkurang, sehingga mempengaruhi geliat perdagangan di Pecinan Muntilan. Selain itu banyaknya sekolah Belanda di Muntilan juga memberikan pengaruh budaya yang tidak kecil. Diantaranya SMA Van Lith awalnya Kweekschool, lalu menjadi Hollandsch Indlansche Kweekschool. SMA Marsudirini dahulu bernama Schakelschool dan STM Pangudiluhur dahulu Standaarschool. \"Banyak yang jadi profesional, seperti dokter, pengacara, notaris dan lain-lain, mereka disuruh berdagang sudah tidak bisa karena memang tidak diajari atau dipersiapkan untuk berdagang,\" jelas Harto Juwono.(cha)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: