RUU Ciptaker Berpotensi Lemahkan Pendidikan

RUU Ciptaker Berpotensi Lemahkan Pendidikan

MAGELANGEKSPRES.COM,JAKARTA - Rancangan Undang-Undang Cipta Kerja (Ciptaker) berpotensi melemahkan hasil dan proses pendidikan. Sebab, dalam prakteknya nanti pendidikan hanya akan dianggap sebagai sebuah komoditi. Pakar pendidikan, Hariadi Kartodohardjo menjelaskan, bahwa jika hasil pendidikan dianggap sebagai komoditi dengan menonjolkan mekanisme pasar, maka hal itu bertentangan dengan pasal 28 C dan 28 E UUD 1945. \"Padahal dalam dua pasal tersebut, pendidikan bukan untuk diperjualbelikan layaknya komoditas. Melainkan sebagai pemenuhan kebutuhan dasar bagi seluruh masyarakat,\" kata Hariadi, Selasa (12/5). Guru besar Institut Pertanian Bogor (IPB) ini juga melihat, bakal adanya potensi kelemahan pada sisi privatisasi substansial pada perguruan tinggi secara nasional. \"Kondisi itu bakal memisahkan antara kehidupan akademis dengan realitas kehidupan. Persoalan sumberdaya alam misalnya, Dalam kondisi ketimpangan dan ketidakadilan pemanfaatannya,\" terangnya. Persoalan lainnya, lanjut Hariadi, adalah norma kejujuran dan akuntabilitas dalam bentuk pengeluaran surat yang berpotensi akan terganggu. Misalnya dalam mengeluarkan ijazah, sertifikat maupun gelar akademik. \"Karena itu dilonggarkan dengan cara menghapus ancaman pidana dan denda kepada pelakunya. Akan muncul konflik kepentingan,\" imbuhnya. Selaian itu, kata Hariadi, hal yang akan terdampak terkait tiadanya penguatan tata kelola pendidikan tinggi, serta rancangan penyelenggara pendidikan antikorupsi diprediksi tidak akan berjalan. \"Padahal kita sedang membangun Good University Governance (GUG). Tapi malah ada aturan yang dilonggarkan,\" ujarnya. Plt. Dirjen Pendidikan Tinggi, Kemendikbud, Nizam juga berpendapat, bahwa RUU Cipta Kerja bidang pendidikan bakal memiliki pengaruh signifikan terhadap sejumlah isu strategis di pendidikan tinggi. \"Isu tersebut bakal menguat jika UU ini sampai disahkan. Terkait UU Dikti isu krusial ada pada penghapusan norma kebudayaan bangsa. Harusnya dipertahankan sesuai amanah UUD pasal 31 ayat 3 dan 4,\" kata Nizam. Selain itu, kata Nizam, Perguruan Tinggi Negeri (PTN) maupun PTS ke depan dapat bersifat nirlaba. Padahal, perguruan tinggi memang sudah seharusnya mampu nirlaba. \"Sisanya seperti izin akreditasi, standar pendidikan, dan aturan lainnya, sebenarnya sudah diatur dalam PP dan diatur KUHP,\" tuturnya. Nizam juga melihat, bahwa isu krusial juga akan muncul pada sistem pendidikan nasional (Sisdiknas). Untuk itu, ia menyarankan agar beberapa aturan dipertimbangkan matang jika UU ini benar direvisi. \"Sistem pendidikan nasional baiknya diatur pemerintah pusat dan pendelegasiannya diatur dalam PP. Ini karena isunya RUU akan menjadikan perizinan itu di pemda,\" jelasnya. Sementara itu, Komisi X DPR RI tengah mempersiapkan draf Rancangan Undang-Undang (RUU) Cipta Kerja. Pihaknya berharap, seluruh guru besar hingga pakar pendidikan di perguruan tinggi turut aktif dalam memberikan masukan. \"Proses penyusunan ini tidaklah mudah. Karena membuat rancangan undang-undang yang menguntungkan seluruh pihak secara adil dan merata,\" kata Wakil Ketua Komisi X DPR RI, Hetifah Sjaifudian. Untuk itu, kata Hetifah, pihaknya akan terus mendengarkan masukan dari organisasi maupun guru besar hingga para profesor di dunia pendidikan. \"Dalam proses ini bapak ibu profesor bisa aktif dan terlibat untuk meningkatkan kualitas UU yang dihasilkan nanti,\" ujarnya. Hetifa menjelaskan, draf undang-undang bakal dikirimkan oleh pemerintah. Untuk selanjutnya akan dibahas oleh baleg (Badan Legislatif) juga pemerintah nantinya. \"DPR akan membuat tim dan pasal per pasal akan dibahas secara detil, dan kalau sudah ada pandangan dari masing-masing fraksi dan pemerintah tentang RUU Cipta kerja ini barulah draf ini akan disahkan dalam UU,\" terangnya. Anggota Komisi X lainnya, Ferdiansyah menyatakan, bahwa pihaknya masih mengumpulkan bahan-bahan pembahasan terkait RUU Cipta Kerja di bidang pendidikan. Khususnya, masukan datang dari Guru besar Institut Pertanian Bogor (IPB), Hariadi Kartodohardjo yang mewanti agar RUU jangan bertentangan dengan Undang-Undang Dasar 45 pasal 28 C dan 28 E. \"Itu dalam konteks nirlaba sebagai jalan tengah, maka ada kekhawatiran mengenai yang pasal 28 E dan C, apa yang tertera nantinya tidak melenceng dari situ. Yang jelas ini niat baik kita sebagai akademisi,\" pungkasnya. (der/fin)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: