Tugu Sa Gunung Tidar Bukan Pakuning Tanah Jawa, Ini Alasan Pemerhati Sejarah Magelang

Tugu Sa Gunung Tidar Bukan Pakuning Tanah Jawa, Ini Alasan Pemerhati Sejarah Magelang

KOTA MAGELANG, MAGELANGEKSPRES. COM- Renovasi Tugu Sapa Salah Seleh (Tugu Sa) di Gunung Tidar mengundang polemik di mata budayawan dan pemerhati sejarah. Salah satunya, Novo Indarto. Penulis Buku Sejarah de Groote Moskee Magelang itu mencoba mengulik berdasarkan rekam sejarah pembangunan Tugu Sa di puncak Gunung Tidar tersebut. Novo mengungkapkan hasil analisanya di sela diskusi publik antara Pemkot Magelang, Anggota DPRD, budayawan, seniman, tokoh masyarakat, akademisi, Akademi Militer, dan lainnya di Aula Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Magelang, Selasa (4/1). Menurut Novo, Tugu Sa bukan sebagai Pakuning Tanah Jawa. Sebab, berdasarkan Babad Tanah Jawi, yang dimaksud Pakuning Tanah Jawa adalah Gunung Tidar itu sendiri. ”Sedangkan Tugu Sa lebih ke monumen sebuah peristiwa besar. Saya mencoba menganalisa berdasarkan fakta-fakta tertulis yang saya temukan. Ada beberapa versi, tetapi pendapat saya Tugu SaSaSa bernama resmi Tugu Pancasila,” katanya. Menurutnya, Tugu Sa diperkirakan dibangun pada tahun 1966 oleh sejumlah petinggi TNI Angkatan Darat. Peristiwa itu bersamaan dengan pecahnya G30S/PKI di Jawa Tengah. ”Ketika G30S/PKI pecah, bicara kawan bisa menjadi lawan. Begitu pula sebaiknya. Maka tugu tersebut diberikan tulisan Sapa Salah Seleh, siapa yang berbuat salah pasti akan menuai akibatnya, itu ujaran dari Pangdam Surjo Sumpeno saat memotivasi TNI Angkatan Darat di Gunung Tidar,” ucapnya. Menanggapi analisa pemerhati sejarah, salah satu Anggota DPRD Kota Magelang, Muh Harjadi tetap mendesak DLH untuk segera memugar renovasi Tugu Sa tersebut. Pemugaran yang dimaksud adalah mengembalikan bentuk dan konstruksi Tugu Sa seperti semula, sebelum direnovasi. ”Kawasan Gunung Tidar boleh ditata tapi jangan diubah. Saya sendiri sangat menyayangkan. Tapi kita tidak boleh cuma mencari muara salahnya. Sekarang tugas kita adalah membuat Gunung Tidar ini tetap sakral,” ujarnya. Didampingi dua anggota Komisi C DPRD Kota Magelang lainnya Waluyo dan HIR Jatmiko, Harjadi lantang menyerukan agar bentuk Tugu Sa dikembalikan seperti semula. Dirinya juga tidak menoleransi kerusakan sekecil apapun akibat dari pembongkaran bangunan baru tersebut. ”DLH bisa meminta pihak yang merenovasi untuk mengembalikan seperti semula dengan dasar hasil dari FGD ini. Sudah cukup masalah ini selesai sampai di sini,” tandasnya. Permintaan yang sama juga diutarakan pemerhati sejarah dari Akademi Militer Magelang, Letkol Ilham. Ia turut mendesak agar DLH Kota Magelang mengembalikan bentuk Tugu Sa seperti semula. ”Rekomendasi dari Akmil, dikembalikan seperti semula. Kalau ada polemik tidak usah diperpanjang. Tugas kita adalah menyamakan persepsi tentang Gunung Tidar dan nantinya menjadi catatan anak cucu kita,” jelasnya. Setelah menerima kajian secara ilmiah dari berbagai kalangan, Kepala DLH Kota Magelang, Otros Trianto pun menyampaikan permintaan maaf terbuka kepada semua pihak. Pemugaran Tugu Sa, katanya, menjadi kealpaan dirinya secara pribadi. ”Itu murni kesalahan dan kealpaan saya, karena saya selaku kep ala OPD di sini. Karena itu saya mohon maaf kepada masyarakat Kota Magelang dan pecinta Gunung Tidar. Saya juga minta tolong ke depan teman-teman semua, baik dari budayawan, pemerhati sosial, akademisi, untuk tak segan memberi saran dan  masukan, agar kami tidak lagi salah langkah,” paparnya. Otros juga menegaskan bahwa pemugaran Tugu Sa ditargetkan tuntas Februari 2022. Ia memastikan proses pemugaran tidak sampai merusak konstruksi bangunan yang lama. ”Dari hasil diskusi ini sudah jelas, masyarakat menginginkan bentuk Tugu Sa dikembalikan ke seperti semula. Saya juga mengajak teman-teman semua untuk bisa ikut mengontrol proses pemugaran ini,” pungkasnya. (wid)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: