Batik Ciprat Karya Disabilitas Temanggung Diminati dari Aceh hingga Papua
Para pengunjung galeri seni di Sentra Terpadu Kartini Temanggung tengah melihat-lihat produk batik ciprat karya para penyandang disabilitas. Foto: rizal ifan chanaris.--
TEMANGGUNG, MAGELANGKSPRES.DISWAY.ID – Batik merupakan salah satu karya seni agung warisan leluhur bangsa Indonesia. Banyak daerah yang memiliki karya batik dengan motif khas masing-masing. Tak terkecuali di Kabupaten Temanggung.
Di daerah penghasil tembakau berkualitas terbaik dunia ini, terdapat batik dengan motif khas, namanya “Batik Ciprat”. Menariknya, batik-batik bernilai seni dan jual tinggi itu merupakan kreasi dari para penyandang disabilitas dari Sentra Terpadu Kartini yang tak lain berada di bawah naungan langsung Kementerian Sosial Republik Indonesia.
Instruktur Keterampilan Batik Ciprat Sentra Terpadu Kartini Temanggung, Hanung Farisfahrudin menjelaskan, selain motif yang khas, metode batik ciprat dipilih agar memudahkan mereka yang berkebutuhan khusus untuk turut serta terjun langsung dalam proses produksi batik.
Meski demikian, hasil karya seni mereka tidak bisa dianggap remeh. Pasalnya, produk batik ciprat digandrungi oleh berbagai kalangan konsumen baik dari dalam maupun luar negeri.
“Produk ini adalah ciri khas penyandang disabilitilas di Sentra Terpadu Kartini Temanggung. Pembeli kami berasal dari hampir seluruh wilayah di Indonesia mulai Aceh hingga terakhir di Sentani, Papua. Kalau luar negeri ya Thailand dan terakhir bahkan dijadikan sebagai sampel di even PBB yang diselenggarakan di negara Azerbaijan beberapa waktu lalu,” jelasnya, Sabtu (6/8/2022).
Ia mengungkapkan, untuk satu lembar kain batik motif ciprat dihargai antara Rp 170 ribu hingga Rp 250 per lembar tergantung metode yang digunakan, cap atau canting. Bahkan, ada juga pesanan khusus menggunakan kain sutera yang dibanderol dengan harga Rp 600.000 per lembarnya.
Untuk proses pembuatan batik ciprat di tempat ini, pihaknya menggunakan bahan baku utama berupa kain jenis primisma dan katun jepang yang dikombinasikan secara apik dengan pewarna kain remasol.
“Prosesnya dibagi ke dalam empat tahap. Yakni menciprat-cipratkan pewarna ke atas kain, pewarnaan, penguncian warna atau water glass, dan nglorot atau membuang bahan malam yang melekat pada kain dengan cara direbus. Baru setelah itu dijemur, disetrika, dan siap dipasarkan. Semua melibatkan penyandang disabilitas. Tidak mudah memang mengarahkan mereka, butuh ketelatenan khusus,” urainya.
Salah seorang penyandang disabilitas di Sentra Keterampilan Batik Ciprat, Aditya Dwi Saputra (28) asal Gunung Kidul, Daerah Istimewa Yogyakarta mengaku sangat senang bisa ikut terlibat dalam proses produksi batik ciprat ini. Bahkan, ia telah memanfaatkan keterampilannya ini sejak tahun 2013 silam.
“Awalnya sulit, tapi lama-lama juga terbiasa karena saya terus berusaha dan belajar. Paling sulit itu kalau pas mencanting karena harus mengikuti pola dan sketsa gambar pada kain, beda dengan saat mengecap,” akunya.
Kualitas produk batik ciprat ini memang tak bisa diragukan lagi. Terbukti dengan tingginya animo pembeli yang datang ke Galeri Sentra Kartini Terpadu, tempat dimana berbagai karya penyandang disabilitas ini dipamerkan serta dipasarkan.
Seperti diungkapkan salah seorang pengunjung asal Magelang, Nur Wahida Sinitya Lestari (29). Ia mengaku karya batik ciprat memiliki kualitas tak kalah dengan batik-batik motif khas dari daerah lain. Selain motifnya yang unik, harga yang ditawarkan juga cukup terjangkau.
“Karya ini membuktikan bahwa mereka yang berkebutuhan khusus sebenarnya juga mampu menciptakan produk berkualitas dengan sentuhan nilai seni tinggi. Karena dibuat dengan cara diciprat-ciprat, motifnya jadi beragam dan berbeda satu sama lain. Ditambah dengan kombinasi warna yang bagus, layak apabila batik ciprat jadi produk unggulan,” pujinya. (riz)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: