Tanda Amalan Seseorang Diterima, Kontinyu Beramal Shalih Selepas Ramadhan

Tanda Amalan Seseorang Diterima, Kontinyu Beramal Shalih Selepas Ramadhan

Tanda Amalan Seseorang Diterima, Kontinyu Beramal Shalih Selepas Ramadhan--

MAGELANG EKSPRES-Ramadhan baru saja berlalu. Selama sebulan penuh kita berusaha secara maksimal untuk mengerjakan ibadah dan amal-amal shaleh seperti yang dicontohkan Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam dan salafush shalih.

Apakah amal-amal shaleh itu diterima Allah Ta’ala? Tentu kita tidak bisa menjamin kalau amal-amal shaleh tersebut diterima Allah. Kita hanya bisa berharap dan berdoa memohon pada Allah agar menerima amal-amal tersebut.

Hendaklah kita meneladani generasi sahabat (salafush shalih) yang merasa sedih seiring berlalunya Ramadhan. Mereka merasa sedih karena khawatir bahwa amalan yang telah mereka kerjakan di bulan Ramadlan tidak diterima oleh Allah ta’ala.

BACA JUGA:Tiga Amalan Harian, Yang Fadilahnya Luar Biasa

Sebagian ulama salaf mengatakan,

”Mereka (para sahabat) berdo’a kepada Allah selama 6 bulan agar mereka dapat menjumpai bulan Ramadlan. Kemudian mereka pun berdo’a selama 6 bulan agar amalan yang telah mereka kerjakan diterima oleh-Nya.” (Lathaaiful Ma’arif hal. 232).

Oleh karena itu, para salafush shalih senantiasa berkonsentrasi dalam menyempurnakan dan menekuni amalan yang mereka kerjakan kemudian setelah itu mereka memfokuskan perhatian agar amalan mereka diterima karena khawatir amalan tersebut ditolak.

’Ali bin Abi Thalib radliallahu ‘anhu mengatakan,

كُوْنُوْا لِقَبُوْلِ اْلعَمَلِ أَشَدَّ اهْتِمَامًا مِنْكُمْ بِاْلعَمَلِ أَلَمْ تَسْمَعُوْا اللهَ عَزَّ وَ جَلَّ يَقُوْلُ : ]إِنَّمَا يَتَقَبَلُ اللهُ مِنَ اْلمُتَّقِيْنَ[

”Hendaklah kalian lebih memperhatikan bagaimana agar amalan kalian diterima daripada hanya sekedar beramal. Tidakkah kalian menyimak firman Allah ’azza wa jalla, [إِنَّمَا يَتَقَبَلُ اللهُ مِنَ اْلمُتَّقِيْنَ] “Sesungguhnya Allah hanya menerima (amalan) dari orang-orang yang bertakwa.” (Al Maaidah: 27).” (Lathaaiful Ma’arif: 232).

Demikianlah sifat yang tertanam dalam diri mereka. Mereka bukanlah kaum yang merasa puas dengan amalan yang telah dikerjakan. Mereka tidaklah termasuk ke dalam golongan yang tertipu akan berbagai amalan yang telah dilakukan. Akan tetapi mereka adalah kaum yang senantiasa merasa khawatir dan takut bahwa amalan yang telah mereka kerjakan justru akan ditolak oleh Allah ta’ala karena adanya kekurangan.

Demikianlah sifat seorang mukmin yang mukhlis dalam beribadah kepada Rabb-nya. Allah ta’ala telah menyebutkan karakteristik ini dalam firman-Nya,

وَالَّذِينَ يُؤْتُونَ مَا آتَوْا وَقُلُوبُهُمْ وَجِلَةٌ أَنَّهُمْ إِلَى رَبِّهِمْ رَاجِعُونَ (٦٠)

”Dan orang-orang yang memberikan apa yang telah mereka berikan, dengan hati yang takut, (karena mereka tahu bahwa) sesungguhnya mereka akan kembali kepada Rabb mereka.” (Al Mukminun: 60).

BACA JUGA:4 Amalan Utama yang Paling Dicintai Allah

Ummul Mukminin, ’Aisyah radliallahu ‘anha ketika mendengar ayat ini, beliau merasa heran dikarenakan tabiat asli manusia ketika telah mengerjakan suatu amal shalih, jiwanya akan merasa senang. Namun dalam ayat ini Allah ta’ala memberitakan suatu kaum yang melakukan amalan shalih, akan tetapi hati mereka justru merasa takut. Maka beliau pun bertanya kepada kekasihnya, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam,

أَهُمُ الَّذِينَ يَشْرَبُونَ الْخَمْرَ وَيَسْرِقُونَ

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: