Abu Thalhah kemudian berdiri menghadap Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, ia menyatakan, “Wahai, Rasulullah, Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman, “Kamu sekali-kali tidak sampai kepada kebajikan (yang sempurna), sebelum kamu menafkahkan sebagian harta yang kamu cintai.” (QS. Ali Imran: 92)
Sungguh harta yang paling aku cintai adalah kebun Bairaha’. Sungguh aku wakafkan kebun tersebut karena mengharap pahala dari Allah dan mengharap simpanan di akhirat. Aturlah tanah ini sebagaimana Allah Subhanahu wa Ta’ala telah memberi petunjuk kepadamu.
BACA JUGA:Seri Amal Saleh yang Pahalanya Terus Mengalir #10, Sedekah Jariyah
Lalu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Bakh! Itulah harta yang benar-benar beruntung. Itulah harta yang benar-benar beruntung. Aku memang telah mendengar perkataanmu ini.
Aku berpendapat, hendaknya engkau sedekahkan tanahmu ini untuk kerabat. Lalu Abu Thalhah membaginya untuk kerabatnya dan anak pamannya.” (HR. Bukhari, no. 1461 dan Muslim, no. 998). Bakh maknanya untuk menyatakan besarnya suatu perkara.
Pelajaran yang bisa dipetik dari hadits di atas adalah :
1. Keutamaan menafkahi dan memberi sedekah kepada kerabat, istri, anak, dan orang tua walau mereka musyrik. Sebagaimana Imam Nawawi membuat judul bab untuk hadits di atas dalam Syarh Shahih Muslim.
Kerabat harusnya lebih diperhatikan dalam silaturahim. Abu Thalhah akhirnya memberikan kebunnya kepada Ubay bin Ka’ab dan Hassan bin Tsabit.
Bersedekah kepada kerabat punya dua pahala yaitu pahala menjalin hubungan kerabat (silaturahim) dan pahala sedekah.
BACA JUGA:Tidak Cukup dengan Sedekah Jumat, Inilah Amal Sholeh Lain yang Dianjurkan Rasulullah
Semoga hal itu dapat memotivasi kita dalam bersedekah. Bila bisa bersedekah dengan harta yang paling kita cintai, itu tentu yang paling afdal dan paling dicintai Allah separti yang dilakukan oleh sahabat Abu Thalhah. Dan sedekah yang paling utama diberikan pada kerabat. (*)