Etika Bisnis dan Jerat Pungli di Destinasi Wisata
Fransiskus A. Alsis L. Poleng, Mahasiswa Magister Akuntansi Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta-DOK-MAGELANG EKSPRES
Dengan tata kelola yang etis, Ratenggaro bisa menjadi model wisata budaya unggulan, memanfaatkan potensi budaya dan alamnya dengan membangun pariwisata di atas fondasi kepercayaan, bukan transaksi manipulatif.
BACA JUGA:Geluti Bisnis Pakan Ternak, Alumni Polbangtan Kementan Raup Cuan
Insiden pungli ini harus menjadi otokritik mendalam. Jika tak segera dibenahi, sektor pariwisata hanya akan tumbuh semu, indah di permukaan namun rapuh di dalam. Namun jika dijadikan titik balik, Ratenggaro dapat menjadi teladan bagaimana sebuah komunitas belajar, berbenah, dan bangkit, dengan menjadikan etika sebagai poros pembangunan.
Segenap elemen di NTT harus terus bersinergi mendorong sistem tata kelola pariwisata yang berkualitas. Dengan memperkuat etika bisnis, pariwisata tak hanya menjadi mesin ekonomi, tetapi juga ruang perjumpaan yang bermartabat antara budaya lokal dan masyarakat global.
Artikel ini ditulis: Fransiskus A. Alsis L. Poleng, Mahasiswa Magister Akuntansi Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakartaa
Cek Berita dan Artikel lainnya di Google News
Sumber:
