Jaksa Tejaring OTT Langsung Diberhentikan

Jaksa Tejaring OTT Langsung Diberhentikan

JAKARTA - Kejaksaan Agung (Kejagung) menyerahkan Jaksa Kejaksaan Negeri (Kejari) Surakarta nonaktif Satriawan Sulaksono kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Ia merupakan tersangka kasus dugaan suap lelang proyek pada Dinas Pekerjaan Umum, Perumahan, dan Kawasan Permukiman (PUPKP) Kota Yogyakarta Tahun Anggaran (TA) 2019 sekaligus. Penyerahan dilakukan Jaksa Agung Muda Pengawasan (Jamwas) Kejagung Muhammad Yusni dan Jaksa Agung Muda Intelijen (Jamintel) Kejagung Jan S Maringka. Proses penyerahan tersangka diterima oleh Wakil Ketua KPK Alexander Marwata. \"Kami bersama ini dalam rangka penyerahan saudara SSL (Satriawan Sulaksono) yang sudah kita lakukan pemeriksaan di pengawasan dan kami terima kasih kepada rekan KPK,\" ujar Jamwas Yusni di Gedung Merah Putih KPK, Kuningan, Jakarta, Rabu (21/8). Jamwas Muhammad Yusni mengatakan, pihaknya sempat memeriksa Satriawan pasca ditetapkan tersangka oleh KPK pada Selasa (20/8). Usai pemeriksaan rampung, maka pihaknya memutuskan menyerahkan tersangka kepada KPK. Ia menambahkan, pihaknya juga telah melakukan pemberhentian sementara terhadap tersangka dari jabatannya sebagai jaksa. Hal ini sesuai Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 20 Tahun 2008 tentang Tata Cara Pemberhentian dengan Hormat, Pemberhentian Tidak dengan Hormat, dan Pemberhentian Sementara, serta Hak Jabatan Fungsional Jaksa yang Terkena Pemberhentian. \"Kami lakukan pemberhentian sementara ya sambil menunggu nanti putusan bersifat tetap untuk pemberhentian secara permanen. Jadi kita menunggu dengan ketentuan bahwa yang bersangkutan akan menerima penghasilan 50% dari gaji pokok,\" ucap Yusni. Yusni menambahkan, perkara yang menjerat Satriawan dan Jaksa Kejari Yogyakarta Eka Safitri tersebut menjadi kasus korupsi terakhir di lingkungan Kejagung. Ia berharap peraka tersebut dapat menjadi renungan bagi jaksa-jaksa lain agar tidak terjebak dalam lingkaran korupsi. Senada dengan Yusni, Jamintel Kejagung Jan S Maringka menegaskan pihaknya mendukung upaya KPK dalam memberantas korupsi terhadap aparat penegak hukum di lingkungan Gedung Bundar. \"Kita jelaskan bahwa Kejaksaan mendukung upaya yang dilakukan dalam rangka pembersihan yang dilakukan oleh KPK terhadap aparat penegak hukum,\" tuturnya. Ia pun menggarisbawahi, penegakan hukum tidak sekadar dilihat dari seberapa banyak upaya penindakan yang dilakukan. Melainkan juga harus menekankan sisi pencegahan agar kasus serupa tidak terulang. \"Jadi ini adalah bentuk kontribusi dari aparat penegak hukum dan sekali lagi kita harapkan bahwa pencegahan harus bisa dilihat sebagai keberhasilan dari proses penegakan hukum itu sendiri,\" pungkas Maringka. Sementara itu, Wakil Ketua KPK Alexander Marwata menyampaikan, terungkapnya kasus ini tidak membuat hubungan antara lembaga antirasuah dengan Kejagung renggang. Justru, kata dia, makin mempererat sinergi antara kedua lembaga penegak hukyn. \"KPK dan Kejaksaan tetap bekerja sama, sinergi. Mungkin nanti juga dalam tahap penyidikan kami membutuhkan keterangan dari kejaksaan, kami akan minta bantuan juga dari pihak kejaksaan untuk menghadirkan daftar jaksa yang akan dimintai keterangan oleh KPK,\" kata Alex. Terpisah Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapus Penkum) Kejaksaan Agung, Dr Mukri mengatakan penyerahan dua jaksa bermasalah tersebut merupakan wujud komitmen Kejaksaan dalam mendukung kasus yang saat ini ditangani KPK. \"Komitmen kita bersama dalam memberantas korupsi. Dan tentunya juga sebagai wujug keseriusan Kejaksaan Agung dalam menindak aparatnya yang terjerat korupsi,\" katanya di Kejaksaan Agung, Jakarta, Rabu (21/8). Dia juga mengatakan kejaksaan memberikan apresiasi kepada KPK dalam ikut bersama-sama menjaga dan mengawal keberadaan TP4 sebagai aset bangsa demi mewujudkan pembangunan yang tepat waktu, tepat mutu dan tepat sasaran. Dengan 10.000 Jaksa yang tersebar di seluruh Indonesia, pengawasan terhadap personil Kejaksaan yang terlibat dalam kegiatan TP4 tentunya tidak dapat dilakukan oleh Kejaksaan sendiri, melainkan memerlukan peran serta masyarakat dan instansi penegak hukum lainnya. Jaksa Agung RI H.M. Prasetyo dalam berbagai kesempatan telah menegaskan tidak akan mentolerir dan akan menindak tegas apabila ditemukan oknum Jaksa yang mencoba merusak kepercayaan masyarakat terhadap TP4 demi keuntungan pribadi. Untuk itu, peristiwa Operasi Tangkap Tangan yang dilakukan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi pada tanggal 19 Agustus 2019 terhadap oknum Jaksa Anggota TP4 kiranya dapat menjadi momentum untuk melakukan refleksi dan penguatan pengawasan melekat oleh jajaran Kejaksaan. \"Secara internal Kejaksaan juga akan melakukan proses pemeriksaan adanya indikasi pelanggaran Kode Etik Jaksa terhadap kedua Jaksa dimaksud serta para pihak yang terkait,\" tutupnya. Dalam perkara ini, KPK menetapkan tiga tersangka. Mereka adalah Jaksa Kejari Yogyakarta sekaligus Anggota Tim Pengawal, Pengamanan Pemerintah dan Pembangunan Daerah (TP4D) Eka Safitra dan Jaksa Kejari Surakarta Satriawan Sulaksono. Mereka diduga berperan sebagai penerima suap. Sedangkan, tersangka yang diduga berperan sebagai pemberi suap dalam perkara ini yaitu Direktur Utama (Dirut) PT Manira Arta Mandiri (Mataram) Gabriella Yuan Ana. Suap yang diberikan diduga berjumlah Rp221.740.000. Suap tersebut diduga diberikan agar perusahaan Gabriella yang menggunakan bendera PT Widoro Kandang (WK) dapat memenangkan lelang pekerjaan rehabilitasi saluran air hujan di Jalan Supomo, Yogyakarta. Adapun, jumlah suap yang telah diberikan merupakan sebagian kesepakatan komitmen fee sebesar lima persen dari nilai kontrak proyek Rp8,3 miliar, yakni Rp415 juta. Atas perbuatannya, Eka dan Satriawan disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Sedangkan Gabriella yang diduga sebagai pemberi suap disangkakan melanggar pasal 5 ayat (1) huruf a atau huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. (riz/lan/gw/fin)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: