Jangan Semua Pelanggaran Pilkada Dibawa ke Ranah Hukum Pidana Pemilu

Jangan Semua Pelanggaran Pilkada Dibawa ke Ranah Hukum Pidana Pemilu

MAGELANGEKSPRES.COM,JAKARTA - Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) menilai perlunya dekriminalisasi untuk untuk pasal-pasal pidana dalam UU Pemilihan sebagai proses penegakan hukum pemilu atau pemilihan. Anggota Bawaslu Ratna Dewi Pettalolo menjelaskan, dekriminalisasi berarti mengurangi perbuatan yang dikategorikan sebagai tindak pidana untuk dicarikan formula sanksi yang lebih efektif. \"Saya pikir perlu dilakukan dekriminalisasi dalam UU Pemilihan,\" ujarnya, Jumat (19/3). Menurutnya tak semua pelanggaran dalam pemilihan (pilkada) dibawa ke ranah hukum pidana pemilu atau pemilihan. Tetapi bisa dimasukkan dalam hukum administratif. “Memang dari segi sisi politik hukum dari pembentuk UU (DPR) pemilihan saat itu ada alasan yang melihat adanya sejumlah perbuatan yang berkaitan dengan pemilihan yang berbahaya,” tutur dia. Dalam pelaksanaannya, lanjutnya, ada indikasi kriminalisasi ketentuan pidana yang pada akhirnya tak efektif penerapannya. \"Tren pelanggaran pemilihan kecenderungannya selalu naik,\" ungkap Dewi. Dewi mengatakan berkaca dalam pelaksanaan Pemilu 2019 terdapat 66 pasal ketentuan pidana dalam UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu. Namun, pelaksanannya tidak sampai 50 persen pelanggar terbukti dapat dijerat dengan ketentuan pidana pemilu. Sedangkan dalam Pilkada Serentak 2020, tutur Dewi, hanya sekitar 19 ketentuan pidana yang terbukti sampai proses di pengadilan negeri hingga pengadilan tinggi. \"Faktanya dalam pelaksanaannya ketentuan pasal pidana diterapkan tidak sampai 50 persen. Dan itu tidak efektif,\" tegas Dewi. Oleh karena itu, dirinya berharap proses penegakan hukum pidana pemilu perlu didiskusikan lebih lanjut. Hal ini bagi Dewi penting lantaran penanganan pelanggaran pidana oleh Bawaslu kerap dijadikan rujukan bagi Mahkamah Konstitusi (MK). (khf/fin)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: