Literasi SMK Tertinggal

Literasi SMK Tertinggal

MAGELANGEKSPRES.COM,JAKARTA - Badan Penelitian dan Pengembangan dan Perbukuan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) menilai, bahwa kemampuan literasi SMK masih tertinggal dengan SMA. Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan dan Perbukuan, Totok Suprayitno menyatakan, bahwa tertinggalnya kemampuan literasi SMK dari SMA menjadi catatan sekaligus pekerjaan rumah pemerintah. \"Kita harus memperkuat kurikulum literasi dan kemampuan dasar di SMK. Karena jika tidak, ini akan berpengaruh pada skor Programme for International Student Assesment (PISA),\" kata Totok, Kamis (7/5). Totok menuturkan, bahwa pengembangan literasi yang bakal menjadi fokus adalah kompetensi berpikir kritis, kreatif, komunikasi, hingga kolaborasi. \"Memperkuat karakter siswa untuk menjadi pembelajar yang siap kerja seperti memiliki keingintahuan yang tinggi, inisiatif untuk belajar, semangat tidak mudah menyerah, dan memiliki nilai kepemimpinan,\" tuturnya. Untuk itu, kata Totok, pihaknya akan melakukan upaya untuk meningkatkan bidang keahlian SMK. Salah satunya, dengan kerja sama dunia usaha maupun industri. \"Kurikulum SMK harus dengan kebutuhan pasar kerja dan mengembangkan kompetensi guru produktif, atau menyediakan guru yang memiliki praktik dari Industri,\" terangnya. Selain itu, lanjut Totok, branding SMK juga harus diperkuat. Menurtnya, lulusan SMK sangat memiliki potensi besar berada pada dunia kerja. \"Program atau kompetensi keahlian SMK harus disesuaikan agar lebih relevan dengan kebutuhan pasar kerja dan minat-bakat anak,\" ujarnya. Peneliti Pendidikan Pusat Penelitian Kependudukan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Anggi Afriansyah menilai, bahwa problem SMK masih klasik, seperti terbatasnya guru produktif, laboratorium, dan fasilitas pembelajaran. Menurutnya, hal ini karena pembelajaran di sekolah kejuruan itu belum sesuai dengan kebutuhan kerja sehingga lulusannya banyak yang meng­anggur. \"Keterampilan yang diajarkan di sekolah sa­ngat berbeda dengan kebutuh­an di dunia kerja, sehingga gapnya begitu jauh,\" katanya. Terlebih lagi, kata Anggi, pemerintah pusat maupun daerah tidak punya visi yang jelas mengenai orientasi SMK atau pendidikan vokasi. \"Mereka berfokus pada persaingan perubahan global atau nasional. Padahal, kebutuhan tenaga kerja lokal harus diakomodir juga oleh SMK,\" imbuhnya. Sementara itu, Wakil Sekretaris Jenderal Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) Satriwan Salim menilai, salah satu penyebabnya kurangnya guru produktif di SMK karena insentif yang diberikan belum maksimal. \"Berikan insentif yang lebih kepada guru mata pelajaran produktif agar mereka itu tertarik menjadi guru,\" ujarnya. Satriawan menjelaskan, bahwa SMK itu memiliki klasifikasi yang beragam dengan tingkat kualitas serta pembayaran upah yang tidak merata. Hal ini dipicu, mayoritas SMK swasta yang kemampuan finansialnya berbeda-beda. \"Bahkan banyak SMK yang kelas bawah. Bukan pemerintah yang menggajinya, yang SMK swasta kelas bawah digaji oleh yayasan. Sedangkan kemampuan yayasan berbeda-beda,\" pungkasnya. (der/fin)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: