Panen Tembakau di Temanggung Usai, Warga Gelar Syukuran Nyadran

Panen Tembakau di Temanggung Usai, Warga Gelar Syukuran Nyadran

MAGELANGEKSPRES.COM,Panen raya tembakau telah berlalu. Sebagai ungkapan rasa syukur atas rezeki dan melimpahnya mata air Sidandang, warga Desa Tlahab Kecamatan Kledung menggelar tradisi nyadran (selamatan desa). Tradisi tahunan ini juga menjadi daya tarik bagi wisatawan maupun pelancong. Terlahir sebagai petani tembakau, warga Desa Tlahab Kecamatan Kledung tidak pernah mempersoalkan hasil panen raya untuk menggelar tradisi nyadran. Bagaimanapun kondisi petani pasca panen tahunan sebagai ungkapan rasa syukur kepada sang Pencipta selalu digelar. Bahkan pasca panen raya tembakau 2019 ini, tradisi nyadran dikemas lebih menarik. Dengan harapan, para pelancong dan pemburu wisata tradisional bisa bergabung dan menyaksikan langsung serta ikut dalam gelaran tradisi yang dilakukan di sepanjang mata air Sidandang lembah Gunung Sindoro dan Sumbing ini. Adzan subuh berkumandang, matahari pun mulai menyemburatkan sinarnya. Hangat matahari belum terasa, namun warga sudah mulai mempersiapkan diri dengan membawa tenongan, ingkung ayam jantan dan tumpeng menuju lokasi nyadaran yang berada kurang lebih lima ratus meter dari desa. Sesampainya di lokasi itu, ribuan warga dengan mengenakan kostum Jawa Tradisional, duduk sambil mendengarkan dan mengikuti prosesi tradisi nyadran. Di akhir prosesi nyadran, dengan khidmat mereka menengadahkan tangannya sambil mengamini doa yang dibacakan oleh tokoh agama. Berbeda dengan nyadran di desa atau dusun lainnya, setelah prosesi nyadran selesai dilakukan warga kembali membawa pulang tenongan, ingkung dan tumpeng yang mereka bawa. Warga percaya tidak boleh mencicipi makanan yang dibawa saat tradisi nyadran. “Mata air bagi kami adalah tempat yang suci, maka dari itu kami tidak berani makan di lokasi itu, paling-paling setelah doa selesai dipanjatkan tumpeng dan sebagian dari organ tubuh dari ingkung ayam kami patahkan, sebagai pertanda telah selesai dan mengikuti tradisi nyadran,” ungkap Wardiyanto salah satu warga setempat, Jumat (1/11). Tidak hanya mata air Sidandang saja yang terus mengalir sepanjang tahun di desa tersebut, tapi ada tujuh lainnya yang juga tidak pernah mati sepanjang tahun. Ke enam mata air lainnya yakni, mata air Sigandul, Segambir, Serandil, Sibelik, Sedukun dan Sindowo. Bagi warga desa setempat, nyadran akhir masa panen raya tembakau ini wajib dilakukan, lantaran warga percaya jika tradisi nyadran ini tidak digelar, maka ke tujuh mata air ini akan menyusut bahkan mengering. “Meskipun belum pernah terjadi, namun warga tetap mengelar tradisi ini. Terus terang saja kami tidak berani meningalkan tradisi ini, sudah turun-temurun sejak zaman nenek moyang,” kata Kepala Desa Tlahab, Irwan. Pada tradisi nyadran ini juga digelar kesenian tradisional wayang kulit. Kesenian ini biasanya digelar dalam dua hari dua malam. “Tradisi nyadran ini memang menjadi salah satu keunikan desa kami, harus digelar pada hari Jumat Kliwon dan harus menggelar kesenian wayang kulit,” terangya. Sementara itu Hanafi salah satu pengurus Desa Wisata Tlahab menuturkan, tradisi nyadran ini sebagai salah satu daya tarik bagi wisatawan, oleh karena itu pihaknya mencoba memoles tradisi ini agar lebih menarik untuk dikunjungi. Selain digelar wayang kulit, tradisi nyadran tahun ini juga dilengkapi dengan sejumlah pertunjukan kesenian tradisional dari sejumlah desa wisata, di antaranya sendra tari pangeran Sundoro, sendang Jumprit dari Desa Wisata Tegal rejo, Gedrug dari Desa Wisata Soropadan dan lain sebagainya. “Tahun ini tradisi nyadran kami kemas menjadi Festival Desa Tlahab, sekaligus mengenalkan potensi wisata di seluruh Temanggung salah satunya wisata alam Posong yang ada di desa kami,” katanya. (*)  

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: