Pembebasan Lahan Belum Tuntas, Flyover Canguk Diprediksi Dibangun Maret 2023

Pembebasan Lahan Belum Tuntas, Flyover Canguk Diprediksi Dibangun Maret 2023

FLYOVER. Pembangunan proyek flyover Canguk, yang menghubungkan antara Jalan Urip Sumoharjo dengan Jalan Soekarno Hatta, diprediksi dimulai Maret 2023.(foto : wiwid arif/magelang ekspres)--Magelangekspres.com

KOTA MAGELANG, MAGELANGEKSPRES.DISWAY.ID - Mega proyek pembangunan flyover dan underpass di kawasan Canguk, Kota Magelang diprediksi akan dimulai pada Maret 2023 mendatang. Saat ini, tahap pembebasan lahan sudah nyaris selesai.

Sekretaris Daerah (Sekda) Kota Magelang, Joko Budiyono mengatakan, terdapat 109 bidang tanah yang mendapatkan ganti untung. Sejauh ini, pembayaran kepada pemilik lahan dan bangunan sudah terealisasi 90 persen.

"Januari 2023 sudah dilelang, kemungkinan untuk pengerjaan pada Maret 2023 mendatang," kata Joko Budiyono, Selasa, 27 Desember 2022.

Ia menjelaskan, pembangunan flyover Canguk ini dilaksanakan oleh Pemerintah Pusat. Adapun Pemkot Magelang bertugas membantu menyosialisasikan dan identifikasi warga yang terdampak.

"Ini menjadi wewenang pemerintah pusat, maka Pemkot Magelang hanya memfasilitasi, memberikan pendampingan, serta menjaga dari mulai proses perencanaan hingga realisasi pembangunan berjalan lancar," ujarnya.

Namun, tidak semua warga sepakat terkait pembebasan lahan dengan uang ganti untung. Sebagian warga Kampung Canguk, Kelurahan Rejowinangun Utara, Kecamatan Magelang Tengah menolak nilai ganti untung yang akan diberikan untuk pembebasan lahan dan bangunan guna mega proyek flyover dan underpass karena nilainya dianggap terlalu rendah yaitu sebesar Rp6 juta per meter persegi sudah termasuk lahan dan bangunan.

"Sebelumnya tidak ada kesepakatan bersama dengan warga. Tahu-tahu, dari negara langsung ngasih Rp6 juta. Bahkan di rapatnya itu tidak ada sesi tanya jawab," kata Didi, warga setempat, belum lama ini.

Menurutnya, harga Rp6 juta per meter persegi untuk tanah dan bangunan, di luar penghitungan warga sebelumnya. Sebab, seharusnya ada ganti rugi fisik (tanah dan bangunan) dan kerugian nonfisik yang diestimasikan untuk bangunan lebih dari 30 tahun yakni sebesar 30 persen dari harga total.

"Tidak ada informasi sebelumnya, tiba-tiba ganti rugi nonfisiknya tidak ada. Itu disampaikan saat rapat Kamis, 17 November 2022 lalu," ujarnya.

Ketua RW 21 Rejowinangun Utara, Bambang mengatakan, jika 10 Kepala Keluarga (KK) warga setempat menolak dengan kebijakan sepihak dari Kementerian PUPR tersebut. Mereka beralasan bahwa nilai ganti untung tersebut terlalu murah dari kesepakatan awal.

"Lahan dan bangunan yang diminta itu dimiliki sekitar 107 warga. Beberapa juga termasuk fasilitas publik dan aset Pemkot Magelang," kata Bambang.

Dia juga membenarkan bahwa dari puluhan KK yang terdampak, ada sekitar 10 warga yang menolak dengan nilai ganti untung sepihak dari pemerintah.

"Sebabnya harga yang diberikan pemerintah tidak sesuai. Dengan jumlah segitu untuk membeli rumah yang sama masih kurang," ujar Bambang.

Selain itu, terdapat nilai harga ganti rugi yang tidak sesuai kondisi rumah. Seperti rumah tidak bertembok namun mendapat harga yang tinggi maupun sebaliknya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: magelangekspres.com