Siapa Mengerjakan Puasa Syawal Tanda Puasa Ramadannya Diterima, Simak Keutamaan yang Lain!

Siapa Mengerjakan Puasa Syawal Tanda Puasa Ramadannya Diterima, Simak Keutamaan yang Lain!

Salah satu amalan sunnah yang bisa dikerjakan untuk menyempurnakan ibadah puasa Ramadan yakni puasa 6 hari di bulan Syawal.-rumaysho.com-Magelang Ekspres

MAGELANGEKSPRES.DISWAY.ID - Saat ini sudah masuk bulan Syawal. Ada amalan sunnah yang bisa dikerjakan yakni puasa Syawal 6 hari untuk menyempurnakan puasa Ramadan yang baru saja berlalu. Mengingat banyaknya keutamaan puasa Syawal maka jangan sampai lewat begitu saja. Bulan Syawal berlalu tanpa berpuasa Syawal. Berikut 5 keutamaan puasa Syawal :

1. Menggenapkan Pahala Berpuasa Setahun Penuh

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

مَنْ صَامَ رَمَضَانَ ثُمَّ أَتْبَعَهُ سِتًّا مِنْ شَوَّالٍ كَانَ كَصِيَامِ الدَّهْرِ

“Barangsiapa yang berpuasa Ramadhan kemudian berpuasa enam hari di bulan Syawal, maka dia berpuasa seperti setahun penuh.”

Cara Melaksanakan puasa Syawal adalah :

A.Puasanya dilakukan selama enam hari.

B.Lebih utama dilaksanakan sehari setelah Idul Fitri, namun tidak mengapa jika diakhirkan asalkan masih di bulan Syawal.

C.Lebih utama dilakukan secara berurutan namun tidak mengapa jika dilakukan tidak berurutan.

D.Usahakan untuk menunaikan qadha puasa terlebih dahulu agar mendapatkan ganjaran puasa setahun penuh. Puasa Syawal adalah puasa sunnah sedangkan qadha’ Ramadan adalah wajib. Sudah semestinya ibadah wajib lebih didahulukan daripada yang sunnah.

2. Menutup Kekurangan dan Menyempurnakan Ibadah Wajib.

Puasa Syawal akan menyempurnakan kekurangan-kekurangan yang ada pada puasa wajib di bulan Ramadan sebagaimana shalat sunnah rawatib yang menyempurnakan ibadah wajib. Amalan sunnah seperti puasa Syawal nantinya akan menyempurnakan puasa Ramadan yang seringkali ada kekurangan di sana-sini. Inilah yang dialami setiap orang dalam puasa Ramadan, pasti ada kekurangan yang mesti disempurnakan dengan amalan sunnah.

3. Merupakan Tanda Diterimanya Amalan Puasa Ramadan

Jika Allah subhanahu wa ta’ala menerima amalan seorang hamba, maka Dia akan menunjukan amalan sholih selanjutnya. Jika Allah menerima amalan puasa Ramadan, maka Dia akan menunjukkan amalan sholih lainnya, di antaranya puasa enam hari di bulan Syawal.

 Hal ini diambil dari perkataan sebagian salaf,

مِنْ ثَوَابِ الحَسَنَةِ الحَسَنَةُ بَعْدَهَا، وَمِنْ جَزَاءِ السَّيِّئَةِ السَّيِّئَةُ بَعْدَهَا

“Di antara balasan kebaikan adalah kebaikan selanjutnya dan di antara balasan kejelekan adalah kejelekan selanjutnya.”

Ibnu Rajab menjelaskan hal di atas dengan perkataan salaf lainnya, ”Balasan dari amalan kebaikan adalah amalan kebaikan selanjutnya. Barangsiapa melaksanakan kebaikan lalu dia melanjutkan dengan kebaikan lainnya, maka itu adalah tanda diterimanya amalan yang pertama. Begitu pula barangsiapa yang melaksanakan kebaikan lalu malah dilanjutkan dengan amalan kejelekan maka ini adalah tanda tertolaknya atau tidak diterimanya amalan kebaikan yang telah dilakukan.

Bagaimana jika seseorang hanya rajin shalat di bulan Ramadan (rajin shalat musiman), namun setelah Ramadan shalat lima waktu begitu dilalaikan? Pantaskah amalan orang tersebut di bulan Ramadhan diterima?

Al Lajnah Ad Da-imah Lil Buhuts ’Ilmiyyah wal Ifta’ (komisi fatwa Saudi Arabia) mengatakan, ”Adapun orang yang melakukan puasa Ramadan dan mengerjakan shalat hanya di bulan Ramadan saja, maka orang seperti ini berarti telah melecehkan agama Allah. (Sebagian salaf mengatakan), “Sejelek-jelek kaum adalah yang mengenal Allah (rajin ibadah, pen) hanya pada bulan Ramadan saja.” Oleh karena itu, tidak sah puasa seseorang yang tidak melaksanakan shalat di luar bulan Ramadan. Bahkan orang seperti ini (yang meninggalkan shalat) dinilai kafir dan telah melakukan kufur akbar, walaupun orang ini tidak menentang kewajiban shalat. Orang seperti ini tetap dianggap kafir menurut pendapat ulama yang paling kuat.”

4. Sebagai Bentuk Syukur pada Allah Ta’ala

Nikmat ampunan dosa yang begitu banyak di bulan Ramadan wajib disyukuri. Ibnu Rajab mengatakan, ”Tidak ada nikmat yang lebih besar dari pengampunan dosa yang Allah anugerahkan.”

Bahkan Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam pun yang telah diampuni dosa-dosanya yang telah lalu dan akan datang banyak melakukan shalat malam. Ini semua beliau lakukan dalam rangka bersyukur atas nikmat pengampunan dosa yang Allah berikan.

Ketika Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam ditanya oleh istri tercinta beliau yaitu ’Aisyah radhiyallahu ’anha mengenai shalat malam yang banyak beliau lakukan, beliau pun mengatakan,

أَفَلاَ أُحِبُّ أَنْ أَكُونَ عَبْدًا شَكُورًا

”Tidakkah aku senang menjadi hamba yang bersyukur?”

Begitu pula di antara bentuk syukur karena banyaknya ampunan di bulan Ramadan., di penghujung Ramadhan (di hari Idul fithri), kita dianjurkan untuk banyak berdzikir dengan mengangungkan Allah melalu bacaan takbir ”Allahu Akbar”. Ini juga di antara bentuk syukur sebagaimana Allah Ta’ala berfirman,

وَلِتُكْمِلُوا الْعِدَّةَ وَلِتُكَبِّرُوا اللَّهَ عَلَى مَا هَدَاكُمْ وَلَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ

“Dan hendaklah kamu mencukupkan bilangannya dan hendaklah kamu bertakwa pada Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu, supaya kamu bersyukur.” (QS. Al Baqarah: 185)

Begitu pula para salaf seringkali melakukan puasa di siang hari setelah di waktu malam mereka diberi taufik oleh Allah untuk melaksanakan shalat tahajud.

Rasa syukur haruslah diwujudkan setiap saat dan bukan hanya sekali saja ketika mendapatkan nikmat. Namun setelah mendapatkan satu nikmat, kita butuh pada bentuk syukur yang selanjutnya. Ada ba’it sya’ir yang cukup bagus: ”Jika syukurku pada nikmat Allah adalah suatu nikmat, maka untuk nikmat tersebut diharuskan untuk bersyukur dengan nikmat yang semisalnya”.

Ibnu Rajab Al Hambali menjelaskan, ”Setiap nikmat Allah berupa nikmat agama maupun nikmat dunia pada seorang hamba, semua itu patutlah disyukuri. Kemudian taufik untuk bersyukur tersebut juga adalah suatu nikmat yang juga patut disyukuri dengan bentuk syukur yang kedua. Kemudian taufik dari bentuk syukur yang kedua adalah suatu nikmat yang juga patut disyukuri dengan syukur lainnya. Jadi, rasa syukur akan ada terus sehingga seorang hamba merasa tidak mampu untuk mensyukuri setiap nikmat. Ingatlah, syukur yang sebenarnya adalah apabila seseorang mengetahui bahwa dirinya tidak mampu untuk bersyukur (secara sempurna).”

5. Menandakan Ibadahnya Kontinu dan Bukan Musiman

Amalan yang dilakukan di bulan Ramadan tidaklah berhenti setelah Ramadan itu berakhir. Amalan tersebut seharusnya berlangsung terus selama seorang hamba masih menarik nafas kehidupan.

Sebagian manusia begitu bergembira dengan berakhirnya bulan Ramadan karena mereka merasa berat ketika berpuasa dan merasa bosan ketika menjalaninya. Namun apabila seseorang segera melaksanakan puasa setelah Idul Fitri maka itu merupakan tanda bahwa orang tersebut begitu semangat untuk melaksanakan puasa, tidak merasa berat dan tidak ada rasa benci.

Semoga kita menjadi bagian dari orang-orang yang dimudahkan mengerjakan puasa Syawal sebagai tanda puasa Ramadan kita diterima Allah Ta’ala. (*)

Sumber : rumaysho.com

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: magelang ekspres