Mengapa Sistem Contreng Pada Pemilu di Indonesia Tidak Diberlakukan Lagi? Ternyata karena Ini Alasannya
Mengapa Sistem Contreng Pada Pemilu di Indonesia Tidak Diberlakukan Lagi? Ternyata karena Ini Alasannya--
Sejarah Pemungutan Suara di Indonesia
Sejarah pemungutan suara di Indonesia dimulai dengan penggunaan metode mencoblos surat suara dalam pemilu umum sejak tahun 1955.
Metode ini diatur dalam Pasal 67 Ayat (2) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1953 tentang Pemilihan Anggota Konstituante dan DPR.
Menurut aturan tersebut, pemilih dapat memberikan suara dengan menusuk tanda atau gambar pada surat suara, atau dengan menulis nomor serta nama calon dalam ruangan yang disediakan.
Untuk memudahkan pemilih, setiap bilik suara dilengkapi dengan daftar calon tetap.
Hal ini berlanjut hingga pemilu-pemilu berikutnya. Yakni dengan mencoblos menjadi satu-satunya metode yang digunakan.
Mencoblos dianggap sebagai metode yang paling sederhana bagi masyarakat untuk memberikan suara mereka.
BACA JUGA:Rekomendasi Biskop di Jogja, Mulai dari Rp 25 Ribu sampai Harga Rp 200 Ribuan
Terutama mengingat masih banyaknya penduduk Indonesia yang buta huruf dan tidak mampu menulis pada saat itu.
Namun, pada Pemilu 2009, cara memberikan suara dengan mencoblos diubah menjadi memberikan tanda atau mencontreng.
Perubahan ini didasari oleh penilaian KPU Pusat bahwa metode mencoblos surat suara sudah usang.
Ada alasan lain mengapa mencoblos memiliki risiko yang lebih besar, karena dapat merusak surat suara.
Pada Pemilu 2009, tercatat ada sebanyak 38 partai politik yang mengikuti pemilu dan sistem yang digunakan adalah sistem proporsional terbuka di mana pemilih memilih langsung wakil-wakil legislatifnya.
Hal ini membuat surat suara menjadi sangat besar. Secara psikologis, dianggap membuat pemilih malas membuka surat suara secara utuh.
Sehingga dikhawatirkan untuk mencoblos asal-asalan dan tembus ke bagian surat suara yang lain sangat besar.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: