Pemuda Borobudur Berharap "Bali Baru" Tidak Jadi Ancaman Wisata Nasional di Kabupaten Magelang
WISATA NASIONAL. Diskusi forum dialog lintas komunitas yang digelar di Taman Lumbini Candi Borobudur soal proyek Bali Baru, belum lama ini-HARYAS PRABAWANTI-MAGELANG EKSPRES
MUNGKID, MAGELANGEKSPRES.ID - Pemuda pemudi dari kawasan Jowahan, Borobudur berharap pengembangan proyek Borobudur sebagai “Bali Baru” jangan menjadi ancaman untuk pariwisata lokal.
Salah satu pemuda lokal Borobudur yang juga pegiat wisata, Dwias Panghegar menuturkan, sejauh ini, ia melihat berbagai perubahan di wilayahnya yang justru membuat warga kecil tersingkir.
"Misalnya, pedagang kaki lima, pengrajin lokal, hingga seniman tradisional perlahan kehilangan ruang, digantikan oleh bisnis besar dan paket wisata instan," kata Dwias dalam diskusi terbuka di kawasan Borobudur beberapa waktu yang lalu.
BACA JUGA:PPPK Kabupaten Magelang Dilantik Perdana di Candi Borobudur, Simbol Pengabdian Abadi
Menurutnya, sebagian pariwisata Borobudur saat ini justru hanya menjadi etalase yang dipoles untuk turis.
"Harapan kami tentu jangan sampai penggarapan proyek Borobudur sebagai wisata prioritas justru menjauhkan warga dari budayanya sendiri,” imbuhnya.
Lebih lanjut, Dwias menyebut, sejak Borobudur proyek strategis nasional, suara-suara dari komunitas lokal mulai menunjukkan kegelisahan.
BACA JUGA:Desa Deyangan Bangkitkan Ruh Spiritual Borobudur Lewat Tradisi dan Budaya
Mereka mempertanyakan ihwal siapa yang sebenarnya diuntungkan dari pembangunan wisata besar-besaran tersebut.
Sebagai warga Borobudur, Dwias mengaku, pihaknya tidak ingin kisah penggusuran, komersialisasi budaya, dan konflik agraria yang terjadi di Danau Toba, Lombok, atau Labuan Bajo, ikut terulang di tanah mereka sendiri.
"Semoga semuanya bisa berjalan berdampingan, kami sebagai pemuda pemudi akan mengawal terus pengembangan wisata ini," tuturnya.
BACA JUGA:Lebih dari 1.800 Pelari Dunia Siap Ramaikan Interhash 2026 di Borobudur dan Prambanan
Sementara itu, aktivis dari kawasan Danau Toba, Masro Delima Silalahi yang turut hadir dalam forum dialog lintas komunitas yang digelar di Borobudur menuturkan, saat pemerintah menjanjikan kemajuan lewat wisata, yang terjadi justru penghilangan ruang hidup warga.
Delima mencontohkan, pembangunan infrastruktur pariwisata di daerahnya telah menggusur lahan adat, memperuncing konflik kepemilikan tanah, dan mengikis nilai-nilai kearifan lokal.
Cek Berita dan Artikel lainnya di Google News
Sumber: magelang ekspres