Jejak Sejarah Tradisi Grebeg Besar Masyarakat Cacaban, Ungkapan Rasa Syukur Setelah Wabah Penyakit
SIMBOLIS. Walikota Magelang Damar Prasetyono berada di tengah-tengah antara Lurah Cacaban dan warga Cacaban seusai tradisi grebeg besar di Lapangan Kwarasan, Senin (23/6).-DWI JULIANTI-MAGELANG EKSPRES
MAGELANG, MAGELANGEKSPRES.ID - Kota Magelang menjadi kota tertua keempat di Indonesia.
Wajar bila kawasan kota kecil ini banyak terdapat budaya dan tradisi tertentu yang masih utuh turun temurun dilestarikan.
Seperti yang dilakukan masyarakat Kelurahan Cacaban, Magelang Tengah punya tradisi nyadran maupun sadranan bertajuk "grebeg besar" pada setiap bulan Besar (Dzluhijjah).
Konon katanya, dengan melanggengkan tradisi itu dapat menolak bala dari ancaman bencana.
Tangannya masih menggenggam erat beberapa ikat kacang panjang dan jagung muda, hasil rebutannya dari gunungan yang baru saja dibagikan.
Nunung, warga Kelurahan Cacaban, tersenyum lega meski peluh masih menetes di pelipis.
BACA JUGA:Lestarikan Budaya Jawa, Sadranan Merti Desa Trunan Gelar Pagelaran Wayang di Malam Tasyakuran
"Senang sekali rasanya, seperti dikasih hadiah lebaran," katanya, Senin, 23 Juni 2025 di Lapangan Kwarasan, Cacaban, Magelang Tengah.
Ia bukan satu-satunya, ratusan warga lainnya memenuhi Lapangan Kwarasan pada siang yang terik itu.
Mereka berkumpul mengikuti Grebeg Besar, sebuah tradisi tahunan yang tetap hangat ditunggu dan dijalani bersama.
Tahun ini, suasana terasa lebih semarak, gunungan berisi sayuran dan jajanan anak-anak diarak dari arah pemakaman menuju lapangan utama.
Barisan pengusungnya adalah para Ketua RW dan anggota Karang Taruna.
Cek Berita dan Artikel lainnya di Google News
Sumber: magelang ekspres
