DAU dan DBH Ditunda

DAU dan DBH Ditunda

MAGELANGEKSPRES.COM,JAKARTA - Pemerintah daerah (Pemda) yang tidak memenuhi ketentuan Laporan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Tahun Anggaran (TA) 2020 dapat ditunda penyaluran sebagian Dana Alokasi Umum (DAU) dan Dana Bagi Hasil (DBH)-nya. Hal ini sebagai bentuk kongkrit memastikan komitmen Pemerintah Daerah (Pemda) dalam pencegahan/penanganan Covid-19 sesuai ketentuan PMK No.35/PMK.07/2020 tentang Pengelolaan Transfer ke Daerah dan Dana Desa TA 2020 Dalam Rangka Penanganan Pandemi Covid-19 dan/atau Menghadapi Ancaman yang Membahayakan Perekonomian Nasional. Menteri Keuangan Sri Mulyani menegaskan, penundaan DAU juga dikenakan kepada Pemda yang telah menyampaikan Laporan APBD namun belum sesuai ketentuan Surat Keputusan Bersama (SKB) Menteri Dalam Negeri dan Menteri Keuangan Nomor 119/2813/SJ dan 117/KMK.07/2020 tentang Percepatan Penyesuaian APBD Tahun 2020 Dalam Rangka Penanganan Covid-19. ”Keputusan ini pun berlaku untuk Pengamanan Daya Beli Masyarakat dan Perekonomian Nasional dan PMK No.35/PMK.07/2020,” jelasnya, Senin (4/5). Lebih jelas Sri Mulyani mengatakan, kriteria evaluasi bagi Pemda yang sudah menyerahkan laporan namun belum memenuhi ketentuan SKB dan PMK No.35/PMK.07/2020 pertama rasionalisasi belanja barang/jasa dan belanja modal masing-masing minimal sebesar 50%, serta adanya rasionalisasi belanja pegawai dan belanja lainnya, dengan memperhitungkan perkiraan penurunan pendapatan daerah. Kedua adanya upaya Pemda untuk melakukan rasionalisasi belanja daerah, dengan memperhatikan aspek kemampuan keuangan daerah, dengan memberikan toleransi total rasionalisasi belanja barang/jasa dan belanja modal sekurang-kuranganya 35%. Lalu penurunan Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang ekstrim sebagai dampak dari menurunnya aktivitas masyarakat dan perekonomian. ”Perkembangan tingkat pandemi Covid-19 di masing-masing daerah yang perlu segera mendapatkan penanganan dengan anggaran yang memadai,” terangnya. Ketiga penggunaan hasil rasionalisasi belanja daerah untuk dialokasikan bagi pencegahan dan penanganan Covid-19, jaring pengaman sosial, dan menggerakkan, memulihkan perekonomian di daerah. ”Ketentuan penundaan DAU tersebut, dituangkan dalam Keputusan Menteri Keuangan Nomor 10/KM.7/2020 (KMK No.10/2020). Apabila Pemda segera menyampaikan laporan Penyesuaian APBD sesuai ketentuan, maka sebagian DAU yang ditunda akan disalurkan kembali pada bulan Mei 2020,” paparnya. Wakil Menteri Keuangan Suahasil Nazara menambahkan, pemerintah sudah menyiapkan sejumlah skenario apabila wabah ini belum juga berhasil ditekan, termasuk untuk menyelamatkan perekonomian. Prioritas pemerintah saat ini adalah memperbesar alokasi anggaran untuk kesehatan masyarakat mengingat wabah ini tidak dapat dianggap remeh. Penularannya sangat cepat, tidak saja di Indonesia tetapi juga dunia. ”Pemerintah sudah mengalokasikan Rp405,1 triliun dari APBN untuk tiga prioritas. Yakni Rp75 triliun untuk belanja bidang kesehatan, Rp110 untuk jaring pengaman sosial dan Rp150 triliun untuk pemulihan ekonomi,” terangnya. Belanja kesehatan sangat penting mengingat wabah ini tidak terlihat maka Indonesia masih membutuhkan alat tes (test kit) lebih banyak lagi. Indonesia masih menempati posisi kedua terendah di negara ASEAN padahal jumlah penduduknya terbanyak. Belanja kesehatan ini juga untuk pengadaan alat pelindung diri, pengadaan ventilator (alat bantu pernafasan), termasuk meningkatkan layanan rumah sakit umum (upgrade) menjadi rumah sakit penanganan Covid-19. Wabah ini, menurut Suahasil, juga membuat penghasilan masyarakat tidak hanya turun tetapi juga hilang. Maka pemerintah telah mengalokasikan anggaran dalam jumlah yang besar, tidak hanya sebagai jaring pengaman tetapi juga untuk menghapus subsidi listrik untuk kelompok pengguna 450 VA dan diskon 50 persen untuk pengguna 900 VA. Anggaran tersebut termasuk pengadaan sembako bagi warga yang kehilangan penghasilannya akibat banyaknya tempat usaha seperti warung dan toko yang harus tutup selama masa Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB). Di DKI Jakarta tercatat sebanyak 1,2 juta pekerja kehilangan penghasilan karena perusahaannya tutup. Kalau memang data tersedia maka tengah dicarikan solusi untuk mendapatkan dana dalam bentuk tunai melalui proses transfer. Cara lain menggunakan Kartu Prakerja, pekerja akan mendapat Rp600 ribu untuk mengikuti pelatihan selama empat bulan, ditambah biaya mengikuti pelatihan yang sedang dipikirkan besarannya. Sedangkan untuk sektor ekonomi, target dari pemerintah agar krisis ekonomi yang terjadi saat ini akibat banyaknya perusahaan yang tidak dapat beroperasi tidak berlanjut menjadi krisis keuangan. ”Banyaknya perusahaan yang tidak mampu membayar kewajiban kepada bank berpotensi membuat krisis ekonomi yang terjadi saat ini menjadi krisis keuangan. Untuk itu alokasi anggaran juga diperuntukkan bagi program restrukturisasi, penundaan cicilan dan relaksasi setidaknya sampai wabah berakhir,” urainya. Secara fundamental ekonomi Indonesia sebenarnya sangat kuat, data Januari sampai Maret 2020 ekonomi tumbuh empat persen dengan inflasi rendah tiga persen, tetapi pertumbuhan ekonomi bakal terkoreksi dengan wabah ini. Mengingat wabah Covid-19 ini belum jelas kapan akan berakhir, maka harus ada sejumlah asumsi agar membuat APBN lebih fleksibel termasuk mengantisipasi kemungkinan ekonomi bakal tumbuh hanya dua persen tahun 2020. Terpisah, Ketua Kadin Indonesia Rosan Perkasa Roeslani berharap adanya kepastian dalam penanganan wabah ini, termasuk kebijakan terhadap sektor usaha. Menurut Rosan, pengusaha beserta asosiasi mendukung upaya penyediaan anggaran yang besar dan cepat untuk penanganan Covid-19, saat ini Indonesia tengah berpacu dengan waktu. Anggaran besar ini dibutuhkan untuk layanan kesehatan, jaring pengaman sosial juga untuk pemulihan ekonomi. Nah, berdasarkan laporan asosiasi kepada Kadin Indonesia yang menjadi anggotanya, sektor pariwisata yang paling terdampak dari wabah ini adalah hotel dan restoran. Bahkan sudah ada waralaba yang sebelum wabah punya 700 cabang, kini terpaksa menutup 300 cabangnya. Sektor penerbangan dan angkutan bus merupakan sektor yang paling berat akibat terdampak wabah sampai dengan 70 persen. Selanjutnya sepatu dan alas kaki, real estate, elektronik, makanan minuman, otomotif, bahkan farmasi juga terdampak. Sektor farmasi yang seharusnya mampu bertahan ternyata ikut terdampak. Hal ini karena hampir 90 persen bahan baku produk obat di Indonesia masih impor, sementara harga bahan baku juga semakin mahal karena negara-negara lain juga membutuhkan bahan baku tersebut. Rosan mengatakan saat ini hanya sektor sektor teknologi dan informasi termasuk dalam hal ini penyedia platform e-commerce serta industri rokok yang tidak terdampak wabah. Rosan mengatakan banyak cara untuk mendapatkan sumber dana APBN selain pinjaman luar negeri juga dengan menerbitkan surat utang negara kepada Bank Indonesia (BI). Dana itu nantinya digunakan perbankan untuk merestrukturisasi perusahaan yang mengalami kesulitan membayar cicilan kredit. ”Kekhawatiran terjadinya lonjakan inflasi juga tidak bakal terjadi. Praktis saat ini pembelian masyarakat lebih ke sektor pangan bukan barang-barang dengan harga tinggi,” jelasnya. Rosan berharap pemerintah sudah menyiapkan skenario jangka panjang dalam penanganan wabah corona mengingat sejumlah negara sudah melakukan hal yang sama. Setidaknya dari hasil tes sudah ada gambaran dapat diketahui kapan wabah ini berakhir. Pihkanya juga berkeinginan program restrukturisasi dan relaksasi yang akan dijalankan tetap harus mengedepankan moral hazard dan transparan untuk menghindarkan penyalahgunaan. ”Ketika kebijakan bekerja dari rumah, sekolah dari rumah serta semua aktivitas di rumah maka sektor pangan harus diperkuat. Pemerintah harus menjaga sektor ini agar tetap berjalan dan terdistribusi dengan baik,” pungkasnya. (ful/fin)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: