Evakuasi 74 WNI, Tunggu Aba-aba Jepang

Evakuasi 74 WNI, Tunggu Aba-aba Jepang

MAGELANGEKSPRES.COM,JAKARTA - Pemerintah segera mengevakuasi 74 Warga Negara Indonesia (WNI) yang masih berada di kapal pesiar Diamond Princess, perairan Yokohama, Jepang akibat wabah virus corona atau COVID-19. Namun proses evakuasi menunggu aba-aba dari Pemerintah Jepang. Presiden Joko Widodo menegaskan pemerintah terus melakukan diplomasi kepada otoritas di Jepang terkait proses evakuasi 74 WNI di kapal Diamond Princess. Namun proses diplomasi tersebut masih menunggu konfirmasi pemerintah Jepang. \"Ini juga masih proses diplomasi Indonesia dan Jepang, untuk kita minta ini, tapi di sana masih belum menjawabnya. Kita harapkan ada sebuah keputusan sehingga kita bisa langsung memutuskan,\" kata Presiden Joko Widodo (Jokowi) di Kabupaten Pelalawan, Riau, Jumat (21/2). Dikatakan Jokowi, pemerintah telah menyiapkan sejumlah opsi untuk proses evakuasi. Selain melalui jalur udara, opsi kedua yaitu menggunakan jalur laut dengan kapal. \"Apakah nanti dievakuasi dengan kapal, rumah sakit langsung, atau evakuasi dengan pesawat, ini belum diputuskan. Saya kira secepatnya (diputuskan),\" katanya. Dipastikannya, pemerintah sudah melakukan persiapan dengan matang untuk proses evakuasi para WNI tersebut. \"Ya ini dalam proses persiapan tapi belum kita putuskan. Rumah sakit juga kita siapkan, tapi urusan yang berkaitan dengan tempat belum diputuskan,\" ujar Jokowi. Wakil Presiden Ma\\\'ruf Amin menambahkan WNI dari kapal Diamond Princess dan belum terpapar Covid-19 akan tetap menjalani proses karantina setelah dievakuasi dari Jepang. \"Tentu mekanismenya sama seperti yang dari Wuhan, yang tidak terpapar itu dibawa ke satu daerah yang seperti kemarin atau ada alternatif lain yakni dijemput dengan kapal rumah sakit,\" katanya di Istana Wapres Jakarta,. Dua opsi penjemputan WNI di Diamond Princess itu, yakni melalui perjalanan udara atau perjalanan laut dengan KRI dr Soeharso. Jika penjemputan menggunakan KRI dr Soeharso, masa karantina terhadap WNI tersebut bisa dilakukan di dalam kapal jenis bantu RS itu. \"Jadi, masuk rumah sakit kapal laut, terapung, misalnya nanti sampai 14 hari dikarantina di kapal,\" katanya. Sementara Sekretaris direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Kementerian Kesehatan, Achmad Yurianto mengatakan kapal pesiar Diamond Princess saat ini telah menjadi \\\'pusat penyebaran baru infeksi\\\'. Seperti halnya yang terjadi di Wuhan. \"Kita memerlukan perhatian khusus pada kapal Diamond Princess ternyata kapal ini sudah menjadi epicentrum (pusat penyebaran) baru. Artinya orang yang berada di dalam itu sudah sangat sangat mungkin ketularan. Kalau di Wuhan, di Hubei khususnya, covid-19 hanya lima persen dari jumlah populasi. Tetapi di kapal ini angkanya sudah 15 persen. Berarti sudah lebih harus diawasi,\" jelasnya saat kegiatan rutin Update Virus Corona Covid-19, di Gedung Kemenkes, Jumat (21/2). Meski risiko infeksi semakin tinggi, dia menegaskan tidak akan ada WNI yang ditinggal. \"Harus dijemput. Nggak boleh kita biarkan di sana. Jadi kita mencoba menyelesaikan masalah tanpa masalah. Sejauh ini semua ingin pulang sih. No one left behind,\" pungkasnya. Terkait opsi penjempuan melalui udara, pemerintah akan segera menyiapkan lokasi untuk kembali melakukan observasi kesehatan, seperti yang dilakukan di Natuna belum lama ini. Pemerintah melalui KBRI di Tokyo juga terus melakukan komunikasi dengan WNI yang berada di kapal pesiar tersebut. Bantuan logistik juga didistribusikan untuk memastikan para WNI tersebut tetap dalam kondisi aman. Total ada 78 WNI yang menjadi anak buah kapal di kapal tersebut. Selain empat WNI yang dinyatakan positif COVID-19, sisanya sebanyak 74 WNI masih berada di kapal tersebut. Diketahui, kapal pesiar Diamond Princess sendiri kini tengah bersandar di Yokohama, Jepang, sembari melanjutkan proses karantina staf yang tersisa. Otoritas Jepang juga telah menyampaikan kepada semua negara asal awak kapal untuk datang membawa tim penjemput. Hal ini terjadi karena pihak Jepang tidak menyediakan tempat karantina di darat, sementara masa observasi akan segera berakhir pada Sabtu, 22 Februari 2020.(gw/fin)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: