Kemenkes Tutupi Data

Kemenkes Tutupi Data

MAGELANGEKSPRES.COM,JAKARTA - Ketidaksingkronan data antara pemerintah daerah dengan Gugus Tugas Penenganan Covid-19 kerap terjadi. Kondisi ini karena Kementerian Kesehatan (Kemenkes) tidak transparan dan terkesan menutupi fakta yang ada. Publik, kerap mendapatkan informasi dan berita yang berbeda. Ketua MPR RI Bambang Soesatyo meminta pemerintah dalam hal ini Kementerian Kesehatan dan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) menguatkan koordinasi, melakukan cross check terkait data kasus COVID-19 di Indonesia. ”Kementerian Kesehatan dan BNPB untuk melakukan cross check terhadap informasi yang diterima, sebelum disampaikan ke masyarakat, sehingga informasi yang disampaikan bersifat komprehensif, baik jumlah yang terpapar, sembuh, maupun yang meninggal,” kata Bamsoet dalam keterangannya di Jakarta, Senin (6/4). Bamsoet mengakui kerap menerima ketidaksesuaian data Pemerintah dengan realita saat ini mengenai data kasus positif Covid-19 sebagaimana yang disampaikan Kepala Pusat Data Informasi dan BNPB Agus Wibowo. ”Saya minta kemenkes dan BNPB untuk dapat menginformasikan data jumlah positif COVID-19 yang lengkap, terbuka, dan sesuai dengan kenyataan di lapangan. Agar masyarakat dapat lebih meningkatkan kewaspadaan dan kepercayaan terhadap Pemerintah,” ujarnya. Politisi Partai Golkar itu juga meminta seluruh pengambil kebijakan, baik pusat dan daerah, untuk dapat memiliki data yang sinkron dan valid terhadap perkembang kasus Covid-19 di daerah masing-masing, sehingga menghasilkan satu data yang terintegrasi secara akurat sesuai dengan realita. Dia mengapresiasi kinerja BNPB yang saat ini sedang membangun aplikasi Lawan Covid-19 yang nantinya akan menjadi aplikasi terintegrasi resmi yang menampung data terkait kasus positif Covid-19 di Indonesia. Sementara itu, BNPB mengakui, Kemenkes tak terbuka menyampaikan data terkait kasus Covid-19 di Indonesia. Bahkan BNPB sendiri tak bisa mengakses data secara menyeluruh. ”Betul masih banyak yang tertutup,” kata Kepala Pusat Data, Informasi dan Komunikasi Bencana BNPB Agus Wibowo dalam diskusi virtual yang diunggah akun Youtube Energy Academy Indonesia, Minggu (6/4). ”Saya juga baru tahu kalau Kementrian kesehatan itu tiap hari melaporkan data ke WHO itu nomor, jenis kelamin, umurnya, sama statusnya seperti apa. Baru tahu juga kalau ada data seperti itu,” imbuhnya. Maka dari itu, hingga kini BNPB merintis aplikasi Lawan Covid-19. Mereka akan meminta tenaga kerja dari BNPB, BPBD, TNI, dan Polri untuk memasukkan data dalam aplikasi tersebut. ”Kami mendapat feeding dari Kemenkes memang terbatas datanya. Kami memang belum bisa menghasilkan data yang sangat lengkap atau terbuka. Itu memang salah satu kendala saat ini,” tuturnya. Selain itu, BNPB juga mengakui, data pemerintah pusat dari Kemenkes berbeda dengan yang disampaikan oleh pemerintah daerah. Untuk menyiasati itu, kata Agus, BNPB mengumpulkan data dari keduanya. Baik data terbatas dari Kemenkes dan pemerintah daerah. ”Kami sandingkan. Tapi yang dipublikasi apa yang disampaikan Pak Yuri juru Bicara pemerintah tangani Covid-19. Tapi di belakang layar, kami punya seluruh data,”ungkapnya. Sebelumnya, Aktivis gerakan Kawal Covid Ainun Najib menegaskan ada problem besar dari data nasional yang disampaikan oleh Kemenkes atau pemerintah pusat. Tingkat validitas data itu dipertanyakan. Sebab belakangan, per hari, konsisten terdapat 100 kasus baru positif terjangkit Covid-19. Padahal sudah ada 14 laboratorium untuk tes Covid-19 di berbagai daerah. ”Kenapa Kemenkes tidak menggunakan hasil tes dari laboratorium daerah mapun dari rapid test pemerintah daerah untuk menjadi angka resmi,” kata Ainun. Dia juga menegaskan, keterbukaan data terkait Covid-19 itu sangat penting. Salah satunya agar tidak ada tindakan yang salah untuk merespons atau mengendalikan virus tersebut. ”Padahal tanpa kita tranparan soal data. Kita mesti waspada atau tidak? Jangan-jangan masyarakat Indonesia malah nyantai karena sudah melandai tiap hari cuma 100,” tuturnya. Terpisah, Juru Bicara Pemerintah untuk Penanganan Covid-19 Achmad Yurianto mengatakan konfirmasi kasus positif Covid-19 adalah data yang berbasis tes polymerase chain reaction (PCR) bukan tes cepat (rapid test). ”Konfirmasi positif Covid-19 dari pemeriksaan menggunakan metode PCR, bukan pemeriksaan rapid test,” kata Yuri dalam jumpa pers Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 di Graha BNPB di Jakarta, Senin (6/4). Gambaran yang riil mengenai Covid-19 adalah dari data yang dicatat pemerintah pada hari ini. ”Data tersebut menunjukkan masih terjadinya penularan di luar. Masih ada kasus positif tanpa gejala yang berada di tengah-tengah masyarakat,” kata Yuri. Sementara itu, perkembangan kasus positif Covid-19 yang diterima pemerintah hingga Senin (6/4) pukul 20.00 WIB, telah terjadi penambahan kasus baru sebanyak 218 kasus, sehingga total kasus positif menjadi 2.491 kasus. Kemudian ada penambahan kesembuhan pasien Covid-19 sebanyak 28 orang sehingga total kesembuhan menjadi 192 orang. Selanjutnya, ada penambahan kasus yang meninggal sebanyak 11 orang sehingga total menjadi 209 orang. ”Sementara 209 meninggal dunia,” ungkapnya. Pasien yang sembuh bertambah 28 orang, sementara yang meninggal bertambah 11 orang. Sebelumnya pada Minggu (5/4) tercatat kasus positif sebanyak 2.273 kasus, dengan rincian pasien sembuh sebanyak 164 orang, sementara 198 orang meninggal dunia. Sejauh ini, catatan pemerintah menunjukkan DKI Jakarta masih jadi provinsi dengan jumlah pasien positif Covid-19 terbanyak, yaitu 1.232 jiwa per 6 April. Setelah DKI Jakarta, ada Jawa Barat dengan 263 kasus, Jawa Timur dengan 189 kasus, Banten dengan 187 kasus, Jawa Tengah dengan 132 kasus, dan Sulawesi Selatan dengan 113 kasus. Data Gugus Tugas mencatat 32 provinsi sudah terpapar Covid-19 dengan rincian 20 provinsi mengalami peningkatan kasus positif per 6 April di antaranya di Bali (tambah 7 kasus), Banten (tambah 10 kasus), DI Yogyakarta (tambah 6 kasus). Kemudian, DKI Jakarta (tambah 101 kasus), Jawa Barat (tambah 11 kasus), Jawa Tengah (tambah 12 kasus), Jawa Timur (tambah satu kasus), Kalimantan Barat (tambah dua kasus), Kalimantan Timur (tambah satu kasus). Di Kalimantan Tengah (tambah 9 kasus), Kalimantan Selatan (tambah dua kasus), Kalimantan Utara (tambah tujuh kasus), Nusa Tenggara Barat (tambah tiga kasus), Sumatera Barat (tambah 10 kasus), Sulawesi Utara (tambah dua kasus), Sumatera Utara (tambah satu kasus), Sulawesi Tenggara (tambah satu kasus), Sulawesi Selatan (tambah 30 kasus), Lampung (tambah satu kasus), dan Riau (tambah satu kasus). (tim/fin/ful)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: