Terong Belanda Mulai Dikembangkan

Terong Belanda Mulai Dikembangkan

TEMANGGUNG – Kemar atau yang lebih dikenal dengan nama terong Belanda merupakan varietas yang belum dikembangkan secara luas di Indonesia. Buah dengan nilai gizi tinggi ini mulai dikembangkan oleh para petani di hutan lindung Gunung Sindoro. Selain hutan dapat terlindungi, tanaman ini juga menghasilkan nilai ekonomi bagi masyarakat sekitar hutan. “Kami bekerjasama dengan perhutani mengembangkan terong belanda ini,” kata Santoso, salah satu petanu terong Belanda, kemrin. Menurutnya, terong belanda adalah jenis tanaman dataran tinggi, buah yang kaya vitamin C dan A ini juga belum terlalu memasyarakat, padahal nilai ekonomis dari buah ini cukup tinggi. “Nilai ekonominya cukup tinggi, dengan harga jual di tingkat petani mencapai Rp4.500 per kilogramnya,” terangnya. Bahkan katanya, tanaman yang hanya hidup di atas ketinggian 1.000 meter di atas permukaan air laut (Mdpl) ini kaya manfaat bagi kesehatan dan merupakan buah untuk terapi penyakit tertentu. “Sangat baik untuk kesehatan, saat ini permintaan kemar tinggi di masyarakat, bahkan acapkali angka antara permintaan dan ketersediaan barang berbanding terbalik. Ketersediaan barang masih sangat minim,” jelasnya. Sangking tingginya permintaan, Perum Perhutani KPH Kedu Utara bahkan menyiapkan lahan khusus di hutan lindung untuk ditanami terong Belanda ini. Dengan sistem bagi hasil, anggota LMDH bisa memanfaatkan lahan milik perhutani untuk mengembangkan tanaman buah ini. “Sistemnya bagi hasil, LMDH bisa lebih hidup. Sektor perekonomian masyarakat bisa menjadi lebih baik,”katanya. Ia menuturkan, buah ini selain bisa dimakan langsung juga bisa digunakan sebagai bahan dasar pembuat sirup, dodol dan beberapa jenis makanan olahan lainnya. “Biasanya di kota-kota besar buah ini digunakan untuk membuat jus, tapi tidak sedikit dari masyarakat yang juga memakan langsung,” katanya. Diakuinya, tanaman jenis perdu ini bukan merupakan tanaman semusim, sehingga dapat ditanam di hutan lindung. Dengan sistem kerjasama bersama, penanaman kemar di hutan lindung juga memberi efek pencegahan terjadinya kerusakan lahan hutan. “Untuk ketersediaan bibit, para petani yang merawat hutan membuat sendiri persemaian dan menanam sendiri tanaman tersebut. Keuntungan rata-rata yang diperoleh petani sekitar Rp675.000 perbulan dihitung dari produktivitas rata-rata seperempat hektar lahan hutan lindung,” jelasnya. Dengan pola ini katanya, anggota LMDH cukup diuntungkan dengan pendapatan tambahan dari merawat hutan lindung, sementara perum perhutani sendiri diuntungkan karena hutan yang terjaga dengan baik. “Saling menguntungkan, kami dapat penghasilan tambahan, hutan juga menjadi terawat,” tutupnya. (set)  

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: