Legenda Telaga Pengilon Wonosobo Dibalik Keindahan dan Ketenangan Sebagai Cerminan Sikap Manusia

Legenda Telaga Pengilon Wonosobo Dibalik Keindahan dan Ketenangan Sebagai Cerminan Sikap Manusia

Pemandangan Telaga Pengilon dari Bukit Ratapan Angin Dieng Wonosobo-@asaljepretfoto-INSTAGRAM

WONOSOBO, MAGELANG EKSPRES -- Tak hanya memiliki tempat wisata yang menakjubkan, WONOSOBO juga punya kepercayaan terhadap mitos dan legenda yang hingga kini masih menjadi misteri. Salah satunya adalah Telaga Pengilon metafora bahasa Jawa yang jika diartikan dalam bahasa Indonesia adalah cermin.

Seperti apa cerita asal usul tentang Telaga Pengilon yang kita lihat sekarang menjadi destinasi wisata utama di Wonosobo itu?

Gunung Dieng yang berada di Wonosobo diyakini sebagai puncak gunung para Dewa. Tak ayal jika begitu banyak cerita dan legenda di sana.

Dikisahkan pada zaman dahulu hidup seorang Ratu yang terkenal sebagai penguasa Pantai Selatan.

Sang Ratu memiliki seorang putri yang sangat cantik yang tumbuh dewasa. Saat itu kecantikannya sangat terkenal hingga suatu saat datanglah dua orang kesatria muda berparas tampan yang bermaksud meminang sang ratu untuk dijadikan istri.

Pada masa itu, Sang Ratu menjadi sangat bingung. Sebab ia harus memilih salah satu diantara kedua kesatria tampan untuk dipilih sebagai menantunya.

Kemudian muncullah sebuah ide sang Ratu untuk mengadakan sayembara membuat telaga. Barang siapa yang lebih cepat membuat telaganya dialah yang akan mempersunting putrinya.

BACA JUGA:Legenda Gunung Telomoyo Lokasi Persemayaman Hanoman Hingga Tragedi Kematian Personel Pengrawit Wayang Kulit

Kemudian terjadilah kompetisi tersebut unruk memperebutkan puteri dari Sang Ratu. Pada waktu yang telah ditentukan, dua kesatria tersebutt berlomba untuk membuat telaga.


Air yang tenang dan hamparan rumput berwarna keemasan menjadi keindahan tersendiri Telaga Pengilon Dieng Wonosobo-@travelbuddies_id-INSTAGRAM

Rupanya  kesatria pertama lah yang berhasil membuat telaga lebih cepat. Oleh kesatria itu ia beri nama sebagai telaga Menjer.

Sedangkan kesatria kedua  membuat telaga Pangilon. Namun kesatria kedu harus bersikap fair dan mengakui jika kesatria pertamalah yang berhak menikahi putri sang Ratu.

Waktu berjalan dan belum berselang dua hari mereka menikah, Ratu disertai puterinya dikawal prajurit kerajaan datang lah ke Pegunungan Dieng.

Saat mereka tiba di kawasan yang sekarang sudah menjadi cagar alam itu, mereka takjub dengan panorama dan kemialunya telaga Pangilon.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: magelang ekspres