Serumah Berbeda-beda Keyakinan, Namun Tetap Harmonis di Wonosobo
Gapura masuk Desa Buntu Wonosobo yang menyimpan toleransi beragama tingkat tinggi di salah satu keluarga yang tinggal di sana-MOHAMMAD MUKAROM-MAGELANG EKSPRES
Tuwarno yang merupakan seorang Tokoh Buddha di desanya, ia mengatakan, perbedaan agama dalam keluarganya sudah ada sejak dirinya masih kecil.
Dulunya, sang ayah menganut kepercayaan Kejawen, sementara ibunya seorang Muslim.
Seiring waktu berlalu, keduanya sama-sama memantapkan hatinya untuk memeluk agama Buddha, sama seperti Tuwarno.
“Dulu dari bapak saya itu Kejawen, Ibu saya Islam. Terus sekitar tahun 1980-an, dua-duanya pindah ke agama Buddha. Kalau saya dari dulu Buddha, istri Islam, Mertua Katolik,” ujarnya.
BACA JUGA:Mengenal Dhammasekha, Program Kemenag Wujudkan Kualitas Pendidikan Umat Buddha
Pria paruh baya itu menikahi seorang perempuan seimannya, Misminah (45), yang kini sudah muallaf.
Begitu juga dua buah hati dan cucunya, mereka menganut agama Islam.
Tuwarno mengaku tak pernah mempersoalkan keyakinan anggota keluarganya.
Menurut dia, prinsip seseorang dalam beragama adalah mencintai kedamaian.
“Saya tidak pernah mempengaruhi anak, cucu, istri, bahkan orang tua untuk memilih agama. Karena agama dipeluk atas dasar kemantapan hati. Yang terpenting serius,” terangnya.
BACA JUGA:Chattra Candi Borobudur di Magelang Segera Dibangun, Perkuat Aspek Spiritual dan Kesempurnaan
Citra harmonis anggota keluarganya menyelimuti sepanjang waktu.
Tuwarno menceritakan, ia kerap mengantar cucunya untuk pergi mengaji di Taman Pendidikan Al-Quran (TPQ) setiap hari.
Bahkan tak jarang, dia juga menyambangi keponakannya yang tengah menempuh pendidikan agama Islam di salah satu Pondok Pesantren di Kecamatan Kejajar.
Keberagaman tersebut bertambah indah, saat Tuwarno bercerita tentang bagaimana dirinya bersama famili saling merayakan hari-hari besar.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: magelang ekspres